Setelah menerima laporan tersebut, polisi mengunjungi RSUD Dr. Thomsen.
Namun, karena kondisi Yaredi semakin memburuk, petugas tidak dapat meminta keterangan darinya.
Kesehatannya terus menurun hingga akhirnya meninggal pada Senin (15/4/2024) malam setelah dirawat selama seminggu.
Setelah menerima hasil pemeriksaan, keluarga Yaredi melaporkan Safrin Zebua atas dugaan penganiayaan ke Polres Nias Selatan.
Polisi mengatur pertemuan antara keluarga Yaredi dan Safrin Zebua.
Kepala sekolah mengaku menegur dan memukul siswanya, tetapi mengklaim tidak keras.
Namun, keluarga Yaredi menyatakan bahwa anak mereka dipukul hingga lima kali di kening, sehingga mereka meminta agar proses hukum dilakukan.
Jenazah Yaredi awalnya dibawa pulang dan dijadwalkan untuk dimakamkan pada Selasa (16/4/2024).
Namun, polisi meminta dilakukan autopsi terlebih dahulu untuk pemeriksaan forensik.
Pada Kamis siang, keluarga Yaredi masih menunggu autopsi dilakukan di RSUD Dr. Thomsen.
"Mereka sangat sedih kehilangan anak kesayangan mereka. Sekarang mereka berada di rumah sakit menunggu dokter forensik dari Medan datang. Mereka hanya ingin anak mereka mendapat keadilan," kata mereka.
Sementara itu, Bripka Dian Octo Tobing, Kepala Seksi Humas di Kepolisian Resor Nias Selatan, menyatakan bahwa proses hukum terkait kasus tersebut masih berlangsung.
Pihak kepolisian telah melakukan pemeriksaan terhadap kepala sekolah, anggota keluarga korban, murid, dan beberapa individu lainnya.
Meskipun begitu, hingga saat ini, belum ada tersangka yang ditetapkan dalam peristiwa tersebut.
Dian menjelaskan bahwa Polres Nias Selatan masih menantikan hasil autopsi dari dokter forensik yang berasal dari Polda Sumut.
Rencananya, autopsi akan dilakukan pada Kamis (18/4/2024) siang.
Dian menekankan bahwa pemeriksaan tersebut memiliki signifikansi penting dalam menetapkan penyebab meninggalnya Yaredi.
Baca: Peran Anak Vincent Rompies dalam Perundungan di Binus Bareng Geng Tai: Ikat Tangan Korban di Tembok
Baca berita terkait di sini