Setelah meraih gelar sarjana hukum, Suhartoyo diajak oleh teman kampusnya untuk mendaftar seleksi menjadi hakim.
Tak disangka, Suhartoyo lolos namun tidak dengan teman yang mengajaknya.
Pada 1986, Suhartoyo bertugas pertama kali sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bandar Lampung.
Suhartoyo dipercaya sebagai hakim Pengadilan Negeri di beberapa kota, seperti Hakim PN Curup (1989), Hakim PN Metro (1995), Hakim PN Tangerang (2001), Hakim PN Bekasi (2006) sebelum akhirnya menjabat sebagai Hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar. Ia juga terpilih menjadi Wakil ketua PN Kotabumi (1999), Ketua PN Praya (2004), Wakil Ketua PN Pontianak (2009), Ketua PN Pontianak (2010), Wakil Ketua PN Jakarta Timur (2011), serta Ketua PN Jakarta Selatan (2011).
Sebelum terpilih sebagai hakim konstitusi MK, Suhartoyo merupakan hakim Pengadilan Tinggi Denpasar.
Setelah masa jabatannya di Pengadilan Tinggi Denpasar selesai pada 7 Januari 2015, Suhartoyo mengucap sumpah jabatan hakim konstitusi di hadapan Presiden Joko Widodo pada 17 Januari 2015.
Menjabat sebagai hakim konstitusi yang memiliki kewenangan sangat berbeda dengan pekerjaan Suhartoyo sebelumnya membuat Suhartoyo belajar banyak hal.
Suhartoyo mendaftarkan diri sebagai hakim kosntitusi MK melalui unsur Mahkamah Agung (MA).
Saat itu, ada dua calon hakim konstitusi dari unsur MA, yaitu Suhartoyo dan Manahan MP Sitompul.
Baca: Anwar Usman Diberhentikan jadi Ketua MK Gara-gara Terbukti Lakukan Pelanggaran Berat
Baca: Anwar Usman Resmi Lantik 3 Anggota MKMK, Ada Sosok Kontroversial Jimly Asshiddiqie
Keduanya berhasil menyisihkan tujuh peserta lainnya dalam proses profil assessment dan wawancara oleh MA.
Suhartoyo merasakan perbedaan yang signifikan antara kewenangan yang dimiliki Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA).
Putusan yang dibuat oleh MA hanya terkait untuk yang mengajukan permohonan, sedangkan putusan yang dibuat oleh MK mengikat seluruh warga negaranya.
Namun Suhartoyo cepat belajar dan mudah menyesuaikan diri di lingkungan MK.
Pemilihan Suhartoyo sebagai hakim konstitusi oleh MA sempat menuai kontroversi.
Suharyoto pernah dituding sebagai pemutus kasus Sudjiono Timan, namun menurut Suhartoyo, ketika kasus tersebut dipersidangkan bukan dirinya yang menyidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Selain itu Suharyoto juga pernah diisukan selama kasus tersebut disidangkan, Suharyoto sudah melakukan perjalanan ke Singapura sebanyak 18 kali.
Setelah dilakukan pemeriksaan paspor oleh Dewan Etik MA, Suhartoyo terbukti hanya terbang satu kali ke Singapura.
Menurut pengakuan Suhartoyo, dirinya juga pernah diisukan akan dipanggil Komisi Yudisial namun hal tersebut tidak terbukti.
Suhartoyo mengungkapkan bahwa pertolongan Tuhan itu dekat, apalagi bagi orang yang difitnah.
Pelantikan Suhartoyo sebagai hakim MK bersamaan dengan I Dewa Gede Palguna.