Dari musuh jadi sekutu
Baca: Ikuti Jejak Ukraina, Moldova dan Georgia Daftar Gabung Anggota Uni Eropa
Konflik kembali memanas di Chechnya pada 1999, hingga pihak Rusia kembali menduduki ibu kota Gronzy pada 2000.
Pada masa itu, Vladimir Putin sudah duduk sebagai Perdana Menteri Rusia.
Tiga tahun berselang, kedua pihak menyetujui sebuah konstitusi baru.
Rusia memberikan kekuasaan dan otonomi yang lebih besar kepada Chechnya dan tetap bertahan di Federasi Rusia.
Sejak saat itu, Chechnya mulai dekat dengan Rusia.
Naiknya Ramzan Kadyrov ke puncak pimpinan Chechnya bahkan tak lepas dari peran Putin.
Awalnya ayah Ramzan Kadyrov, yang juga didukung Putin, terpilih pada pemungutan suara tahun 2003, yang berujung pada sengketa.
Sayang, Akhmad Kadyrov harus meregang nyawa dalam serangan bom beberapa bulan kemudian.
Empat tahun berselang, Vladimir putin menunjuk Kadyrov menjadi Presiden Chechnya pada 2007.
Timbal balik yang seimbang
Baca: Invasi Rusia-Ukraina Disebut Justru Menguntungkan China, Ini Penjelasan Mantan Agen Khusus FBI
Ada timbal balik yang tampak setimpal dalam relasi keduanya.
Kadyrov mengembangkan hubungan langsung dengan Kremlin lewat lembaga-lenbaga birokrasi Rusia.
Rusia membiayai pendanaan rekonstruksi infrastruktur di Chechnya.
Mereka membangun jalan dan bahkan masjid raksasa di Ibu Kota Gronzy.
Dari semua upaya itu, Vladimir Putin menuai hasil yang seimbang.
Kekuatan Kadyrov dan Chechnya mampu meredam konflik dari kelompok Islam bersenjata di sekitar wilayahnya.
Analis politik yang juga wartawan BBC, Murad Batal Shishani, menyebut Kadyrov memang terkenal kejam dalam menangani kelompok Islam bersenjata di wilayah Kaukasus Utara.
Apa dilakukan itu cukup membantu ketika Putin tengah mengkonsolidasikan kepresidenannya di Moskow.
Kadyrov juga berhasil meneruskan strategi ayahnya untuk mengkooptasi persaudaraan Muslim Sufi utama di Chechnya, Qadiriya.