Ada Dugaan Tindakan Kekerasan hingga Sebabkan Korban Tewas di Kerangkeng Rumah Bupati Langkat

Penulis: Rakli Almughni
Editor: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kerangkeng manusia serupa penjara di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin.

"Setelah ditelusuri bangunan itu telah dibuat sejak 2012 atas inisiatif Bupati Langkat dan bangunan tersebut belum terdaftar dan tidak memiliki izin sebagaimana diatur oleh UU," kata dia.

Ramadhan menyampaikan bahwa total ada 30 orang yang ditemukan di dalam kerangkeng manusia tersebut.

Sebagian dari mereka, lanjut Ramadhan, telah dipulangkan ke pihak keluarga.

"Jumlah warga binaan yang semula 48 orang, kemudian hasil pengecekan tinggal 30 orang. Sebagian sudah dipulangkan dan dijemput oleh keluarganya," ujar Ramadhan.

Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin menyerahkan diri ke Polres Binjai dengan menggunakan celana pendek, pada Rabu (19/1/2022) sore. (TRIBUN MEDAN/SATIA)

Kronologi awal

Kerangkeng manusia di rumah pribadi Bupati Langkat ini terungkap setelah Terbit Rencana ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dugaan kasus suap fee proyek infrastruktur di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu.

Kerangkeng manusia serupa penjara dengan besi dan gembok di dalam rumah Terbit itu diungkap oleh Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat, Migrant Care, setelah menerima sebuah laporan.

Ketua Migrant Care Anis Hidayah mengatakan bahwa kerangkeng penjara tersebut digunakan untuk menampung para pekerja sawit di ladang milik Terbit Rencana setelah mereka bekerja.

"Ada dua sel di dalam rumah Bupati yang digunakan untuk memenjarakan sebanyak 40 orang pekerja setelah mereka bekerja," kata Anis kepada wartawan, Senin (24/1/2022), seperti dikutip dari Kompas.com.

Dikatakan Anis, jumlah pekerja di ladang sawit tersebut kemungkinan besar lebih banyak daripada yang saat ini telah dilaporkan.

Para pekerja di ladang sawit milik Terbit itu disebut-sebut bekerja sedikitnya 10 jam setiap harinya.

Mereka juga tidak memiliki akses untuk ke mana-mana setelah dimasukkan ke dalam kerangkeng selepas kerja.

Bahkan, para pekerja tersebut disebut juga hanya diberi makan dua kali sehari secara tidak layak dan juga tidak pernah menerima gaji.

"Mereka tentu tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar. Mereka mengalami penyiksaan, dipukul, lebam, dan luka. Selama bekerja mereka tidak pernah menerima gaji," ungkap Anis.

Migrant Care menilai situasi itu jelas bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM), prinsip-prinsip pekerjaan layak yang berbasis HAM, dan prinsip antipenyiksaan.

Pemerintah Indonesia sendiri telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia melalui Undamg-Undang Nomor 5 Tahun 1998.

"Bahkan situasi di atas mengarah pada dugaan kuat terjadinya praktik perbudakan modern dan perdagangan manusia yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang," ujar Anis.

Terbit Rencana tersangka kasus suap

Terbit Rencana PA saat ini telah ditetapkan sebagi tersangka atas kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemkab Langkat, Sumatera Utara.

Kasus yang menjerat Terbit ialah terkait suap proyek lelang dan penunjukkan langsung dalam pelaksanaan paket proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Langkat.

Halaman
1234


Penulis: Rakli Almughni
Editor: Putradi Pamungkas
BERITA TERKAIT

Berita Populer