Ini menjadi perjalanan kepausan pertama di Irak.
Paus Fransiskus akan bertemu dengan komunitas Kristen yang semakin berkurang di Baghdad, Mosul dan Qaraqosh, kota Kristen terbesar Irak di Dataran Niniwe.
Di Erbil, paus akan bertemu dengan otoritas Kurdi dan beberapa dari 150.000 pengungsi Kristen dari Irak tengah yang telah menemukan perlindungan di sana.
"Kami berharap kunjungan paus akan membawa perhatian pada tragedi umat Kristen di Timur dan mendorong mereka untuk tetap tinggal," kata Kardinal Louis Raphael Sako, patriark Gereja Khaldea kelahiran Irak, dalam konferensi pers pada hari Rabu, dikutip Al Jazeera.
Awal diaspora
Baca: Penculikan dan Pemaksaan Gadis Kristen Masuk Islam Picu Unjuk Rasa di Pakistan
Baca: Pusat Pemerintahan Irak Dihujani 3 Roket dalam Seminggu, Target Utama Kedutaan AS
Dilansir Al Jazeera, sebelum invasi pimpinan AS tahun 2003, orang Kristen dari berbagai denominasi berjumlah sekitar 1,6 juta orang di Irak.
Saat ini, kurang dari 300.000 yang tersisa, menurut angka yang diberikan oleh Gereja Kasdim.
Sejak saat itu 58 gereja telah dirusak atau dihancurkan dan ratusan orang Kristen Irak telah dibunuh karena iman mereka.
Di bawah diktator Saddam Hussein, komunitas Kristen ditoleransi dan tidak menghadapi ancaman keamanan yang signifikan, meskipun mereka didiskriminasi.
Diaspora dimulai setelah invasi pimpinan AS tahun 2003, dan kekacauan yang terjadi ketika al-Qaeda memulai mengampanyekan pembunuhan.
Mereka melakukan penculikan imam dan uskup, serta melakukan serangan terhadap gereja dan pertemuan Kristen.
Pada Oktober 2006, seorang pastor ortodoks, Boulos Iskander, dipenggal dan pada 2008 kelompok itu menculik dan membunuh Uskup Agung Paulos Farah Rahho di Mosul.
Pada tahun yang sama, seorang pendeta lain dan tiga jamaah dibunuh di dalam sebuah gereja.
Pada 2010, 48 jemaah tewas di katedral Syro-Catholic di Baghdad, tempat paus akan mengadakan pertemuan publik pada hari Jumat.
Pada tahun 2014, ketika ISIS menduduki Mosul dan Dataran Niniwe, kelompok tersebut menghancurkan lebih dari 30 gereja, sementara bangunan yang tersisa digunakan sebagai pusat administrasi, pengadilan atau penjara.
Banyak di antaranya kemudian dibom ketika koalisi pimpinan AS melawan ISIS.
Setibanya di Mosul, ISIS meminta orang Kristen untuk masuk Islam, membayar pajak atau dipenggal.
Baca: Paus Fransiskus Sakit saat Pimpin Misa, Vatikan : Hanya Kurang Enak Badan
Ribuan orang melarikan diri ke wilayah semi-otonom Kurdi dan negara-negara tetangga.
"Ketika ISIS tiba, orang-orang hanya memiliki beberapa detik untuk mengumpulkan barang-barang mereka dan melarikan diri," kata Pastor Karam Shamasha, Pendeta Gereja St George Chaldean Telskuf di Nineveh, kepada Al Jazeera.