Suripin juga menyinggung mengenai ketertiban masyarakat yang menjadi salah satu penyebab banjir.
Infrastuktur yang dibangun tidak akan bisa optimal karena lemahnya ketertiban masyarakat, kata dia, seperti saluran air yang penuh dengan sampah.
Sebelumnya, ahli hidrologi UGM Pramono Hadi mengungkapkan, banjir di Semarang tidak bisa dihindari, karena adanya penurunan muka tanah.
"Semarang sudah darurat banjir karena land subsidence," kata Pranomo, sebagaimana diberitakan Kompas.com, Sabtu (6/2/2021).
Ia lebih lanjut mengatakan, diperlukan revisi tata ruang khususnya terkait dengan penataan air.
"Sistem polder dan tanggul sungai juga menjadi solusi, tapi mahal, seperti Pantai Indah Kapuk (PIK) 1 dan PIK 2 di Jakarta," ujarnya.
Pramono menuturkan, tanggul harus terintegrasi da memiliki sistem klep atau pintu otomatis.
Ini disebabkan, jika air di sungai atau kanal yang bertanggul sama tingginya, air hanya mengalir ke hilir dan tidak masuk ke kiri atau kanan melalui anak sungai.
"Sedangkan air dari permukiman atau hujan lokal, cara mengalirkannya harus dengan pompa. Itu yang saya maksud polder. Di semarang, ada suatu kawasan yang seperti polder ini," terangnya.
Sementara itu, Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Semarang Sukasno mendata, hujan ekstrem yang terjadi dipengaruhi aktifnya angin monsun dingin Asia disertai adanya daerah pertemuan dan perlambatan kecepatan angin di wilayah Jawa Tengah dan sekitarnya.
Kondisi tersebut didukung dengan masa udara yang labil serta kelembapan udara yang cukup tinggi dari lapisan bawah hingga lapisan atas.
Hal itu mendukung proses pembentukan awan hujan di Jawa Tengah, khususnya sebagian besar wilayah pantura tengah-barat, termasuk Kota Semarang.
Baca: Banjir dan Longsor di Semarang Menelan Korban Jiwa, 2 Warga Tewas Akibat Tertimbun Longsor
Baca: Viral Air Banjir Berwarna Merah Pertama Kali Terjadi di Pekalongan, Penyebabnya Terungkap
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Banjir Semarang Disebut karena Hujan Ekstrem, Ahli: Kurang Tepat"