Banjir di Semarang Disebut karena Curah Hujan Ekstrem, Ahli: Kurang Tepat Salahkan Alam

Editor: Natalia Bulan Retno Palupi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Banjir di kawasan Kota Lama Semarang, Sabtu (6/2/2021). Mengakibatkan sarana transportasi terendam seperti bandara, stasiun dan jalur pantura.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Beberapa wilayah di Kota Semarang dikabarkan masih terendam banjir hingga Minggu (7/2/2021).

Dilansir Kompas.com, banjir juga melumpuhkan sebagian sarana transportasi publik seperti bandara, stasiun, dan Jalur Pantura, setelah sebelumnya menggenangi rumah warga.

Menurut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimoeljono, banjir di sejumlah wilayah Semarang ini diakibatkan oleh curah hujan ekstrem, selain pasang air laut.

"Data curah hujan termasuk ekstrem. Dari hitungan hidrologi, periode ulangnya setiap 50 tahun," kata Basuki.

Ia memaparkan hal tersebut usai meninjau lokasi banjir yang melanda kawasan Kota Lama Semarang, Jawa Tengah, pada Sabtu (6/2/2021).

Ahli hidrologi Universitas Diponegoro (Undip) Suripin menyebutkan, kurang tepat jika menyalahkan alam terkait banjir di Semarang, dalam hal ini hujan.

"Kurang tepat, karena yang dominan adalah faktor antropodemik, yaitu faktor yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia," kata Suripin saat dihubungi Kompas.com, Minggu (7/2/2021).

"Hujan dari dulu kan begitu, kadang-kadang tinggi, kadang-kadang rendah, itulah gunanya melakukan analisis perencanaan sistem," imbuhnya.

Banjir di Mangkang menyebabkan jalur pantura terputus sehingga arus lalulintas lumpuh total, Sabtu (6/2/2021) (Istimewa via Tribun Jateng) (Tribun Jateng)


Baca: Terdampak Banjir, Sejumlah Perjalanan Kereta dan Pesawat di Semarang Ikut Terhambat

Faktor Penyebab Banjir

Menurut Suripin, faktor utama penyebab banjir di Semarang yakni air hujan yang hampir seluruhnya menjadi limpasan permukaan.

Air yang meresap ke dalam tanah hanya sebagian saja.

Meski sistem yang ada selalu diperbaiki, akan tetapi beban debit air, menurutnya, juga ikut bertambah karena pengembangan kota.

"Jadi kalau menggunakan konsep yang sekarang itu bukan bagaimana kita selalu meningkatkan kapasitas sistem, tapi bagaiamana kita mengendalikan bebannya," ujar dia.

"Karena pengembangan kota, semakin banyak lahan yang tidak tembus air, seperti jalan dan tutupan rumah. Air hujannya kan lari semua, tidak ada yang masuk dalam tanah," sambungnya.

Suripin menyebutkan, tidak ada larangan untuk menutup lahan dan membangunnya, namun fungsi tanah tidak boleh dihilangkan.

Selain faktor beban, ia juga mengungkapkan maslaah banjir di Semarang memang sudah berat, khususnya di kawasan pantai.

Sebab, kawasan tersebut juga menanggung beban air rob, sehingga sulit untuk mengalirkan air ke laut.

Sementara itu, pengendalian air melalui pompa disebut sulit dilakukan.

Karena hal tersebut hanya bertahan paling lama 10 tahun.

"Oleh karena itu yang paling sustainable itu ya bagaimana mengendalikan bebannya, bagaimana air hujan itu tidak serta merta menjadi aliran semua. Itu yang paling pokok," tandasnya.

Banjir Semarang di kawasan Kota Lama Semarang, Sabtu (6/2/2021).

Baca: Kumpulan Foto Viral Banjir Berwarna Merah di Pekalongan yang Gegerkan Warga, Cek di Sini

Halaman
12


Editor: Natalia Bulan Retno Palupi
BERITA TERKAIT

Berita Populer