Gelaran Pilkada Brazil Selesai, Wilayah Terpadat Sao Paulo Ketatkan Pembatasan Sosial

Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Melia Istighfaroh
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur Sao Paulo Joao Doria memerintahkan toko-toko, termasuk bar dan restoran untuk membatasi kapasitas pengunjung hingga 40%., FOTO: Suasana Marginal Pinheiros, São Paulo, Brazil

Melansir Aljazeera, 9 Mei 2020, jurnal medis ternama dunia The Lancet menggambarkan Bolsonaro sebagai ancaman besar bagi kesehatan masyarakat Brazil.

Baca: Demonstrasi Anti-Lockdown Bermunculan di Amerika Serikat dan Brazil, Pemimpin Negara Ikut Bergabung

Baca: Bill Gates Sering Dituduh Menjadi Sosok di Balik Teori Konspirasi Virus Corona, Berikut Alasannya!

Pada April 2020, ketika jumlah korban melampaui 5.000, dia mengatakan kepada pers, "Jadi apa? Aku berkabung, tapi apa yang kamu ingin aku lakukan untuk itu?".

Politisasi Covid-19

ABC, 24 Mei 2020, memberitakan, Kepala Penasihat Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Julio Croda mengungkapkan skenario terburuk yang dihadapi Brazil pada Februari 2020.

Croda menjelaskan kebijakan secara terperinci, termasuk jaga jarak sosial. Namun, hal itu ditolak oleh Bolsonaro. Croda pun terpaksa mengundurkan diri.

"Selama waktu ini, ada perseteruan antara Menteri Kesehatan Mandetta dan Presiden Bolsonaro tentang rekomendasi ini. Untuk alasan ini, saya memutuskan untuk meninggalkan pemerintah. Sangat sulit karena saya ingin membantu, saya ingin mendukung kesehatan masyarakat," kata Croda.

Tiga minggu kemudian, Menteri Kesehatan Luiz Henrique Mandetta pun dipecat. Mandetta digantikan oleh Nelson Teich yang kemudian mengundurkan diri sebulan setelah itu. "Pandemi ini telah menjadi masalah politik. Ini masalahnya," kata Croda.

Baca: Amerika Sebut China Berbohong soal Kemunculan Covid-19, Buktikan lewat Foto Satelit, WHO Kecolongan?

Baca: Naik Tajam, Ahli Perkirakan Kematian Akibat Covid-19 di AS Bisa Tembus 100 Ribu pada September

Presiden Brazil Jair Bolsonaro (kiri makan malam bersama Donald Trump (kanan) di Mar-a-Lago, Palm Beach, Florida, Amerika Serikat pada 7 Maret 2020 (JIM WATSON / AFP)

Sistem kesehatan kurang memadai

Dalam editorialnya, The Lancet menguraikan tantangan yang dihadapi oleh Brazil.

Sekitar 13 juta orang Brasil tinggal di kota-kota kumuh, sebuah wilayah yang nyaris mustahil untuk menerapkan rekomendasi kebersihan dan jarak fisik.

Di Paradise City, daerah terbesar kedua di Sao Paulo, 100.000 penduduknya tak pernah memiliki akses ke layanan kesehatan, pendidikan, dan sanitasi yang layak.

Meski Brazil memiliki pengalaman dalam mengatasi virus Zika dan HIV, tetapi kasus virus corona bisa menjadi badai bagi negara itu.

Croda menyebut kurangnya kapasitas pengujian dan 80 kota tak memiliki tempat perawatan intensif merupakan alasan badai virus corona benar-benar menghantam Brazil.

"Ketika Anda tidak memiliki tempat tidur ICU, kematian yang terkait dengan penyakit juga meningkat," kata dia.

Baca: Daftar 36 Tempat dengan Risiko Penularan Virus Corona Tertinggi saat New Normal: Bar di Peringkat 1

Baca: Kabar Baik, Pakar China Sebut Vaksin Virus Corona Siap Digunakan pada Akhir Tahun

Bahkan, di wilayah yang didiami oleh kelompok adat, banyak rumah sakit yang kekurangan staf.

Beberapa pasien Covid-19 yang kritis harus dievakuasi menggunakan pesawat. Wali Kota Manaus menyebut apa yang terjadi pada rakyatnya sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

"Saya takut genosida dan saya ingin mengutuk hal ini ke seluruh dunia. Kami memiliki pemerintahan di sini yang tidak peduli dengan kehidupan orang," kata dia.

(TribunnewsWiki/Dinar Fitra Maghiszha/Tyo/Kompas/Ahmad Naufal Dzulfaroh)

Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jadi Episentrum Baru, Ini Alasan di Balik Tingginya Kasus Virus Corona di Brazil"



Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Melia Istighfaroh
BERITA TERKAIT

Berita Populer