Gubernur Sao Paulo Joao Doria memerintahkan toko-toko, termasuk bar dan restoran untuk membatasi kapasitas pengunjung hingga 40 persen.
Adapun Doria juga meminta agar semua bisnis hanya dapat beroperasi 10 jam sehari di wilayah berpenduduk 46 juta orang.
Semua bisnis harus tutup sebelum jam 10 malam, menurut Doria.
Langkah pembatasan di Brazil muncul setelah putaran kedua pemilihan umum kepala daerah di seluruh negara tersebut.
Seperti diketahui pemilihan kepada daerah berlangsung di 57 kota, termasuk 18 ibu kota negara bagian Minggu (29/11).
Pilkada digelar di tengah lonjakan kasus virus corona serta aneka kejahatan kriminal seperti, kekerasan, ancaman pembunuhan dan serangan yang dialami sejumlah kandidiat.
Baca: Ada Keluarga Positif Covid-19, Satu RT di Yogyakarta Diisolasi
Baca: 5 Perbedaan Anak Cerdas dan Anak Nakal Menurut Kemendikbud, Salah Satunya Susah Diatur
Ahli sempat memperingatkan risiko kampanye yang dihadiri pemilih dapat menjadi kluster penyebaran virus.
Seperti diketahui, Brazil melaporkan lebih dari 172.000 kematian akibat virus corona.
Angka ini menjadikan Brazil peringkat kedua setelah Amerika Serikat.
Peningkatan ini diketahui terjadi dari sejumlah faktor. Seperti diberitakan TribunnewsWiki sebelumnya, per 12 Juni 2020, kasus positif Covid-19 yang terkonfirmasi di Brazil mencapai lebih dari 800 ribu, berdasarkan data di Worldometers.info.
Dengan demikian, Brazil menduduki peringkat kedua untuk negara dengan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 terbanyak.
Brazil menjadi episentrum baru wabah virus corona dan hanya dikalahkan oleh Amerika Serikat di posisi pertama.
Selain itu, angka kematian akibat Covid-19 di negara itu juga terbilang tinggi. Tercatat, ada 40.919 orang meninggal dunia di Brazil.
Angka ini di bawah AS dan Inggris. Mengapa Brazil bisa begitu terpukul oleh virus corona?
Presiden Brazil Jair Bolsonaro menghadapi sejumlah kecaman ketika ia menganggap remeh virus corona dengan menyebutnya sebagai "sedikit flu" yang mudah diatasi oleh Brazil.
Dia bahkan mendapat julukan Trump of the Tropics karena semangat populisnya dan pendekatan anti-sains terhadap pemerintah.
Bolsonaro bahkan meminta semua orang untuk menghadiri protes anti-lockdown dan bersikeras tak ada yang lebih penting daripada ekonomi.
Melansir Aljazeera, 9 Mei 2020, jurnal medis ternama dunia The Lancet menggambarkan Bolsonaro sebagai ancaman besar bagi kesehatan masyarakat Brazil.
Baca: Demonstrasi Anti-Lockdown Bermunculan di Amerika Serikat dan Brazil, Pemimpin Negara Ikut Bergabung
Baca: Bill Gates Sering Dituduh Menjadi Sosok di Balik Teori Konspirasi Virus Corona, Berikut Alasannya!
Pada April 2020, ketika jumlah korban melampaui 5.000, dia mengatakan kepada pers, "Jadi apa? Aku berkabung, tapi apa yang kamu ingin aku lakukan untuk itu?".
ABC, 24 Mei 2020, memberitakan, Kepala Penasihat Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Julio Croda mengungkapkan skenario terburuk yang dihadapi Brazil pada Februari 2020.
Croda menjelaskan kebijakan secara terperinci, termasuk jaga jarak sosial. Namun, hal itu ditolak oleh Bolsonaro. Croda pun terpaksa mengundurkan diri.
"Selama waktu ini, ada perseteruan antara Menteri Kesehatan Mandetta dan Presiden Bolsonaro tentang rekomendasi ini. Untuk alasan ini, saya memutuskan untuk meninggalkan pemerintah. Sangat sulit karena saya ingin membantu, saya ingin mendukung kesehatan masyarakat," kata Croda.
Tiga minggu kemudian, Menteri Kesehatan Luiz Henrique Mandetta pun dipecat. Mandetta digantikan oleh Nelson Teich yang kemudian mengundurkan diri sebulan setelah itu. "Pandemi ini telah menjadi masalah politik. Ini masalahnya," kata Croda.
Baca: Amerika Sebut China Berbohong soal Kemunculan Covid-19, Buktikan lewat Foto Satelit, WHO Kecolongan?
Baca: Naik Tajam, Ahli Perkirakan Kematian Akibat Covid-19 di AS Bisa Tembus 100 Ribu pada September
Dalam editorialnya, The Lancet menguraikan tantangan yang dihadapi oleh Brazil.
Sekitar 13 juta orang Brasil tinggal di kota-kota kumuh, sebuah wilayah yang nyaris mustahil untuk menerapkan rekomendasi kebersihan dan jarak fisik.
Di Paradise City, daerah terbesar kedua di Sao Paulo, 100.000 penduduknya tak pernah memiliki akses ke layanan kesehatan, pendidikan, dan sanitasi yang layak.
Meski Brazil memiliki pengalaman dalam mengatasi virus Zika dan HIV, tetapi kasus virus corona bisa menjadi badai bagi negara itu.
Croda menyebut kurangnya kapasitas pengujian dan 80 kota tak memiliki tempat perawatan intensif merupakan alasan badai virus corona benar-benar menghantam Brazil.
"Ketika Anda tidak memiliki tempat tidur ICU, kematian yang terkait dengan penyakit juga meningkat," kata dia.
Baca: Daftar 36 Tempat dengan Risiko Penularan Virus Corona Tertinggi saat New Normal: Bar di Peringkat 1
Baca: Kabar Baik, Pakar China Sebut Vaksin Virus Corona Siap Digunakan pada Akhir Tahun
Bahkan, di wilayah yang didiami oleh kelompok adat, banyak rumah sakit yang kekurangan staf.
Beberapa pasien Covid-19 yang kritis harus dievakuasi menggunakan pesawat. Wali Kota Manaus menyebut apa yang terjadi pada rakyatnya sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
"Saya takut genosida dan saya ingin mengutuk hal ini ke seluruh dunia. Kami memiliki pemerintahan di sini yang tidak peduli dengan kehidupan orang," kata dia.
Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jadi Episentrum Baru, Ini Alasan di Balik Tingginya Kasus Virus Corona di Brazil"