Hubungan dengan Emmanuel Macron Memanas, Presiden Erdogan Minta Warga Turki Boikot Produk Prancis

Penulis: Ahmad Nur Rosikin
Editor: haerahr
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI - Dalam foto file ini diambil pada 5 Januari 2018 Presiden Prancis Emmanuel Macron (kanan) dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berjalan saat konferensi pers bersama di Istana Elysee di Paris. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengecam pada 24 Oktober 2020 mitranya dari Prancis, Emmanuel Macron, atas kebijakannya terhadap Muslim, dengan mengatakan bahwa dia membutuhkan pemeriksaan mental. Apa yang bisa dikatakan tentang seorang kepala negara yang memperlakukan jutaan anggota dari kelompok agama yang berbeda seperti ini: pertama-tama, lakukan pemeriksaan mental, kata Erdogan dalam pidato yang disiarkan televisi.

Kendati demikian, Presiden Emmanuel Macron tegas pada pendiriannya.

Baca: Emmanuel Macron Sebut Islam Agama Krisis, Negara Arab Ramai-ramai Boikot Produk Prancis

Prancis "tidak akan melepaskan kartun kami", katanya awal pekan ini.

Hal itu tak lepas dari posisi Prancis sebagai negara sekuler, yang sekaligus sebagai pusat identitas nasional Prancis.

Menurut mereka, membatasi kebebasan berekspresi untuk melindungi perasaan satu komunitas tertentu, kata negara, merusak persatuan negara.

Menanggapi masalah masalah ini, Erdogan memberikan reaksi keras.

Apa masalah individu bernama Macron dengan Islam dan dengan Muslim?" kata Erdogan dalam pidatonya.

"Macron membutuhkan perawatan pada tingkat mental," tambah Erdogan.

Ia pun mempertanyakan sikap Presiden Prancis.

"Apa lagi yang bisa dikatakan kepada seorang kepala negara yang tidak memahami kebebasan berkeyakinan dan yang berperilaku seperti ini kepada jutaan orang yang tinggal di negaranya yang merupakan anggota dari agama yang berbeda?"

Pada 2015, 12 orang tewas dalam serangan di kantor majalah satir Prancis Charlie Hebdo.

Publikasi tersebut menjadi sasaran para ekstremis karena menerbitkan kartun Nabi Muhammad SAW.

Dalam satu kesempatan Macron menyatakan tidak bisa melarang Charlie Hebdo menerbitkan Nabi Muhammad SAW karena adanya jaminan kebebasan berekspresi di Prancis.

"Di Prancis, ada kebebasan untuk menghujat, karena itu terikat kebebasan hati murni. Saya ada di sini untuk melindungi kebebasan itu," ujar Macron dalam satu kesempatan.

Namun, Macron bersikap hipokrit karena kebebasan menghujat di Prancis itu tidak berlaku bagi hujatan apapun soal Yahudi dan Israel.

Berbeda dengan kebebasan menghina agama lain, warga yang menghina agama Yahudi atau memperlihatkan sikap anti-Yahudi, akan segera ditindak oleh Macron.

"Kami melawan anti-Semitisme, rasisme, dan setiap ucapan kebencian yang memecah belah bangsa kami," ujar Macron suatu ketika.

Prancis panggil duta besar

ILUSTRASI: Presiden Prancis Emmanuel Macron bersama Menteri Pendidikan Prancis Jean-Michel Blanquer, berbicara di depan sebuah sekolah menengah di Conflans Saint-Honorine, 30 km barat laut Paris, pada 16 Oktober 2020, setelah seorang guru dipenggal oleh penyerang gegara membawa karikatur Nabi Muhammad (ABDULMONAM EASSA / POOL / AFP)

Baca: Prancis Gelar Aksi Solidaritas Pasca-tewasnya Guru Sejarah yang Bawa Karikatur Nabi Muhammad

Setelah pernyataan itu, seorang pejabat kepresidenan Prancis mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa duta besar Prancis untuk Turki dipanggil untuk konsultasi.

Rencananya, ia akan bertemu lengsung dengan Macron.

"Komentar Presiden Erdogan tidak dapat diterima. Kelebihan dan kekasaran bukanlah sebuah metode. Kami menuntut agar Erdogan mengubah arah kebijakannya karena berbahaya dalam segala hal," kata pejabat itu.

Halaman
123


Penulis: Ahmad Nur Rosikin
Editor: haerahr
BERITA TERKAIT

Berita Populer