Akui Belum Baca Detail UU Cipta Kerja, Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin: Saya Hanya Cek Random

Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Melia Istighfaroh
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

FOTO: Ilustrasi - Ketua Komisi III DPR RI, Aziz Syamsuddin menunggu giliran untuk membacakan potongan pidato Bung Karno dalam perayaan hari lahir Pancasila bertajuk Pancasila Dasar & Falsafah Negara Kita di Bundaran Patung Kuda, Jl. Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Minggu (29/5/2016). Selain Aziz Syamsuddin, tokoh lain yang ikut membacakan potongan pidato Bung Karno dalam acara tersebut, yaitu Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat.

Pasalnya selama ini dibutuhkan waktu berbulan-bulan bagi buruh untuk menuntut perusahaan yang tidak membayarkan pesangon.

"Tapi dengan melalui satu laporan polisi, kemungkinan uang pesangon Anda akan dapat. Selamat untuk para buruh dan pekerja," jelas Hotman.

Meski tak menyebutkan draft UU Cipta Kerja mana yang dibacanya, namun dari penelusuran Kompas.com, Hotman membaca versi draft final yang 812 halaman.

Di dalam pasal 185 ayat (1) UU Cipta Kerja Bab Ketenagakerjaan dijelaskan, Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (2), pasal 68, pasal 69 ayat (2) Pasal 80, Pasal 82, Pasal 88A ayat (3), Pasal 88E ayat (2), Pasal 143, Pasal 156 ayat (1), atau Pasal 160 ayat (4) bakal dikenai sanksi pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 400 juta.

Baca: Tanggapi Video Viral Bupati Blora Tak Pakai Masker, Ganjar: Kita Butuh Contoh, Butuh Teladan

Potret Hotman Paris Hutapea yang diunggah ke Instagram (Instagram/hotmanparisofficial)

Baca: Ibu di Surabaya yang Lumuri Kotoran Manusia ke Petugas Medis Ditetapkan Jadi Tersangka

Pada pasal berikutnya dijelaskan, tindak kejahatan yang dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.

Pasal 156 ayat (1) sendiri merupakan pasal yang menjelaskan mengenai kewajiban pengusaha untuk membayar uang pesangon bila terjadi pemutusan hubungan kerja.

Selain pesangon, pengusaha juga diwajibkan untuk membayar uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh pekerja.

Hal tersebut berbeda dengan pasal 185 dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Di dalam pasal 185 undang-undang lama, klausul mengenai kewajiban untuk membayar pesangon tidak termasuk dalam tindak pidana kejahatan.

Baca: Timnas Indonesia U-19 Gagal Kalahkan Makedonia Utara Lagi, Apa Penyebabnya? Ini Kata Shin Tae-yong

Baca: Tagih Utang Tak Biasa, Debt Collector Ini Coret Rumah Nasabah dengan Pilox Bayar Utangmu

Sorotan Hotman

Sebelumnya, Hotman sempat angkat bicara mengenai polemik pengesahan UU Cipta Kerja.

Hotman mengatakan berdasarkan pengalamannya puluhan tahun menjadi advokat, permasalahan yang sering dihadapi pekerja atau buruh adalah sulitnya menuntut hak pesangon.

"Terlepas setuju atau tidak omnibus law, dalam 36 tahun pengalaman saya menjadi pengacara.

Masalah yang dihadapi buruh adalah dalam menuntut pesangon, karena prosedur hukumnya sangat panjang," ucap Hotman dikutip dari akun Instagram resminya, Minggu (11/10/2020).

Selama ini, banyak kasus perusahaan yang tidak membayarkan hak pesangon sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

Baca: Nekat Lumuri 3 Tenaga Medis dengan Kotoran Manusia, Istri Pasien Covid-19 di Surabaya Jadi Tersangka

Baca: Irjen Napoleon Bonaparte dan Tommy Sumardi Resmi Ditahan Bareskrim Polri Terkait Kasus Djoko Tjandra

Namun pekerja korban PHK dihadapkan pada kondisi sulit karena prosedur menuntut pesangon hingga sampai ke pengadilan bukan perkara gampang.

Tuntutan pesangon hingga ke meja pengadilan seringkali terpaksa ditempuh pekerja korban PHK karena selama ini Kementerian Ketenagakerjaan maupun Dinas Ketenagakerjaan di daerah umumnya tak banyak membantu menekan perusahaan.

Di sisi lain, untuk menuntut hak pesangon ke pegadilan, butuh pengacara yang memakan biaya yang tak sedikit. Itu pun belum tentu putusan pengadilan memenangkan pekerja korban PHK.

"Dimulai dengan kalau majikan menolak lalu melalui dewan pengawas Depnaker (Departemen Tenaga Kerja).

Depnaker tidak punya power hanya berupa syarat, mau tidak mau si buruh harus ke pengadilan," ungkap Hotmen.

Halaman
123


Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Melia Istighfaroh
BERITA TERKAIT

Berita Populer