Permasalahan itu misalnya, cacatnya prosedur dalam proses penyusunan UU Cipta Kerja. Kesalahan prosedur itu karena penyusunan dilakukan secara tertutup, tidak transparan, serta tidak memberikan ruang bagi partisipasi masyarakat sipil.
Terlebih lagi, pembahasan tersebut dilakukan saat konsentrasi semua elemen bangsa tengah berfokus menangani pandemi Covid-19. Selain itu, draf UU Cipta Kerja juga tidak disosialisasikan secara baik kepada publik.
Bahkan, kata dia, draf UU Cipta Kerja tidak dapat diakses oleh masyarakat sehingga masukan dari publik menjadi terbatas.
Menurut dia, hal itu melanggar Pasal 89 jo 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mewajibkan pemerintah membuka akses terhadap RUU kepada masyarakat.
Baca: Warganet Kritik Para Artis yang Promosikan RUU Cipta Kerja, Istana Bantah Berikan Bayaran
Permasalahan tak hanya dari segi teknis. Dalam pasal-pasal UU Cipta Kerja juga terindikasi adanya berbagai permasalahan, mulai dari ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup.
"Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa UU Cipta Kerja berpotensi melanggar hak-hak konstitusional warga negara, merugikan para pekerja/buruh, merugikan petani, merugikan hak-hak masyarakat adat, serta berdampak buruk bagi kelestarian lingkungan," kata Araf.
"Atas dasar tersebut, Imparsial menolak dan menyayangkan pengesahan UU Cipta Kerja di DPR, apalagi pembahasan tersebut dilakukan secara tidak lazim, yakni dilakukan secara tertutup dan di tengah konsentrasi mengatasi pandemi Covid-19," kata dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ramai-ramai Menolak UU Cipta Kerja dan Ancaman Mogok Kerja Nasional"