"Jadi, sampai Anda melakukannya (berkomitmen menghapuskan diskriminasi rasial), mohon simpan khotbah untuk diri Anda sendiri," lontar Silvany.
Ketika pemerintah Vanuatu bahkan tidak menandatangani kovensi internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya, yang menjadi instrumen inti hak asasi manusia, kritikannya terhadap hak asasi manusia di Papua, Indonesia, menjadi dipertanyakan.
"Hal ini justru menimbulkan pertanyaan apakah mereka (pemerintah Vanuatu) benar-benar peduli dengan kepedulian masyarakat adat," sindir Silvany.
Orang Papua adalah orang Indonesia, yang mana ia menyebutkan bahwa semua berperan penting dalam pembangunan Indonesia, termasuk di Papua.
"Anda bukanlah representasi dari orang Papua. Dan berhentilah berfantasi menjadi satu," ucapnya.
Kemudian, Silvany mengatakan bahwa kritik pemerintah Vanuatu kepada Indonesia mengarah pada advokasi saparatisme yang berkelanjutan, yang disampaikan dengan kedok kepedulian hak asasi manusia artifisial.
"Prinsip piagam PBB yang tampaknya tidak dipahami Vanuatu, menetapkan penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial," ujarnya.
Provinsi Papua, dan Papua Barat merupakan bagian Indonesia yang tidak dapat ditarik kembali sejak 1945.
"Hal ini juga telah didukung dengan tegas oleh PBB dan masyarakat internasional beberapa dekade yang lalu. Dalam final ini tidak dapat diubah dan permanen," pungkasnya.
Sebelumnya, Perdana Menteri Vanuatu Bob Loughman menuduh Indonesia melakukan pelanggaran HAM di Papua dan masih berlanjut hingga saat ini.
Menurut dia, dugaan pelanggaran HAM di Papua menjadi perhatian khusus negara-negara Pasifik yang menyeru agar Indonesia mengizinkan Dewan HAM PBB mengunjungi Papua.
Namun, kata Loughman, seruan itu tidak direspons oleh Pemerintah Indonesia.
“Saya meminta pemerintah Indonesia untuk merespons seruan pemimpin Pasifik,” ujar dia.
Diketahui, Vanuatu sendiri merupakan negara di Samudera Pasifik yang masyarakatnya juga merupakan etnis Melanesia seperti Papua.
Negara tersebut juga hampir setiap tahun dalam sidang PBB selalu menyinggung isu dugaan pelanggaran HAM yang dialami masyarakat Papua.
Sebagian artikel tayang di Tribunnews berjudul Vanuatu Suka Campuri Urusan Papua, DPR: Perdana Menterinya Perlu Belajar Ilmu Hubungan Internasional