Kondisi ekonomi yang anjlok tak bisa dilepaskan dari pandemi.
Kini India masih menjadi negara dengan korban terbesar ketiga di seluruh dunia.
Namun, tampaknya, PM Narendra Modi belum berupaya menutup kerugian.
Pemerintahannya justru terus melakukan pengeluaran besar, terutama di bidang pertahanan.
Narendra Modi menganggap langkah yang ia ambil masuk akal, melihat kondisi geopolitik India dengan China.
Baca: Babak Baru Ketegangan China-India: Kedua Negara Sama-sama Mengirim Jet Tempurnya ke Perbatasan
Namun, pakar ekonomi berkata sebaliknya.
Kalaupun dipaksakan, India tidak akan bisa memberi dukungan lebih pada konflik dengan China di perbatasan.
Pada hari Senin (31/8), pasukan India sekali lagi secara ilegal melintasi Garis Kontrol Aktual (LAC) di tepi selatan Danai Pangong dan jalur gunung Reqin.
Mobilisasi pasukan melalui wilayah LAC membutuhkan biaya yang mahal dan dapat menghabiskan anggaran. Pasokan logistik dan kebutuhan lain, termasuk bahan bakar.
Tindakan semacam itu jelas akan menguras anggaran India.
Sebelumnya, Kepala Staf Pertahanan Jenderal Bipin Rawat, mengklaim bahwa pasukan India siap untuk ditempatkan di segala kondisi, termasuk musim dingin.
Namun klaim itu banyak diragukan mengingat kondisi ekonomi yang ada.
Justru pemerintah dianggap telah mengabaikan masyarakat miskin yang turut terimbas pandemi Covid-19.
India dianggap perlu menyadari betul dampak ekonomi yang nyata dari konflik perbatasan ini, termasuk jika perang terjadi nantinya.
Logistik dan segala pasokan militer akan terasa sangat mahal terlebih distribusi di musim dingin mendatang pastinya memerlukan usaha ekstra.
Jika pemerintah India belum mampu memulihkan kondisi ekonomi domestiknya, maka penanganan konflik perbatasan pun akan semakin sulit.