Terbaru, Menteri Pertahanan China dan India mengadakan pertemuan di Moskow, Jumat (4/8/2020).
Dalam pertemuan tersebut, Penasihat Negara dan Menteri Pertahanan China Wei Fenghe, mengatakan semua tanggung jawab ada di pihak India.
Wei menegaskan China tak akan menyerahkan secuil pun wilayahnya.
"China tidak akan menyerahkan satu inci pun wilayahnya," katanya seperti dikutip People's Daily.
Dia mendesak India untuk secara ketat mematuhi serangkaian kesepakatan yang dicapai antara kedua belah pihak.
Baca: China Tuduh Tentara India Lewati Perbatasan, Lepaskan Tembakan Peringatan, dan Ancam Tentara China
Diberitakan Kontan dari People's Daily, kesepakatan yang dimaksud antara lain, menahan diri dari provokasi pada Garis Kontrol Aktual saat ini, menahan diri dari tindakan yang dapat menyebabkan situasi memanas, dan menahan diri dari membesar-besarkan dan menyebarkan informasi negatif.
"Militer China bertekad penuh, mampu dan percaya diri dalam menjaga kedaulatan nasional dan integritas teritorial," kata Wei di sela-sela pertemuan para menteri pertahanan Organisasi Kerjasama Shanghai di Moskow.
Organisasi tersebut terdiri dari China, India, Pakistan, Rusia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan dan Uzbekistan
Setelah bentrokan di perbatasan India-China, pertemuan ini menjadi yang pertama kali.
Ketegangan China dan India di perbatasan masih tinggi.
Diberitakan sebelumnya, kedua negara terus mengirim pasukan militer ke perbatasan Himalaya yang menjadi pusat konflik.
Bahkan, India mengklaim satu tentaranya tewas diserang pasukan China pada Rabu (2/9/2020).
Namun, seperti diberitakan Kontan, pihak China langsung menepis kabar tersebut.
Dalam konflik ini, India tampil sebagai pihak yang dianggap tak akan mampu menyaingi China.
Apa lagi jika mengingat ekonomi yang 'kocar-kacir' akibat pandemi Covid-19.
Ekonomi yang tengah berada di titik terendah akan membuat India berpikir panjang untuk mengnambil langkah agresif di perbatasan.
Baca: Pentagon Sebut China Akan Gandakan Jumlah Hulu Ledak Nuklirnya, Kemenlu China Membantah
Data Global Times menunjukkan PDB India anjlok 23,9 persen dalam tiga bulan, hingga akhir Juni lalu.
Catatan ini merupakan rekor terburuk PDB triwulan sejak 1996.
Kondisi ekonomi yang anjlok tak bisa dilepaskan dari pandemi.
Kini India masih menjadi negara dengan korban terbesar ketiga di seluruh dunia.
Namun, tampaknya, PM Narendra Modi belum berupaya menutup kerugian.
Pemerintahannya justru terus melakukan pengeluaran besar, terutama di bidang pertahanan.
Narendra Modi menganggap langkah yang ia ambil masuk akal, melihat kondisi geopolitik India dengan China.
Baca: Babak Baru Ketegangan China-India: Kedua Negara Sama-sama Mengirim Jet Tempurnya ke Perbatasan
Namun, pakar ekonomi berkata sebaliknya.
Kalaupun dipaksakan, India tidak akan bisa memberi dukungan lebih pada konflik dengan China di perbatasan.
Pada hari Senin (31/8), pasukan India sekali lagi secara ilegal melintasi Garis Kontrol Aktual (LAC) di tepi selatan Danai Pangong dan jalur gunung Reqin.
Mobilisasi pasukan melalui wilayah LAC membutuhkan biaya yang mahal dan dapat menghabiskan anggaran. Pasokan logistik dan kebutuhan lain, termasuk bahan bakar.
Tindakan semacam itu jelas akan menguras anggaran India.
Sebelumnya, Kepala Staf Pertahanan Jenderal Bipin Rawat, mengklaim bahwa pasukan India siap untuk ditempatkan di segala kondisi, termasuk musim dingin.
Namun klaim itu banyak diragukan mengingat kondisi ekonomi yang ada.
Justru pemerintah dianggap telah mengabaikan masyarakat miskin yang turut terimbas pandemi Covid-19.
India dianggap perlu menyadari betul dampak ekonomi yang nyata dari konflik perbatasan ini, termasuk jika perang terjadi nantinya.
Logistik dan segala pasokan militer akan terasa sangat mahal terlebih distribusi di musim dingin mendatang pastinya memerlukan usaha ekstra.
Jika pemerintah India belum mampu memulihkan kondisi ekonomi domestiknya, maka penanganan konflik perbatasan pun akan semakin sulit.