"Aku ini orang kulit putih. Seorang muslim dan bangga atas itu. Semua yang kau lakukan sangat memalukan bagi orang Eropa di seluruh dunia," jelasnya.
Menurut Smith, orangtua Tarrant adalah korban lantaran punya anak yang salah arah.
"Tapi kau memilih melakukan itu (membunuh)," kata Smith.
"(Sedangkan) saudara-saudaraku tak punya pilihan lain (selain mati)", ungkapnya.
Smith melanjutkan pernyataannya kepada Tarrant, "Saat kau punya waktu luang, di mana kau akan punya banyak ...." tiba-tiba disela oleh Brenton Tarrant yang tertawa.
"Lucu hah," kata Smith menimpali selaan.
"Mungkin kau harus mencoba baca Alquran, itu indah. Aku tak bisa berkata-kata lagi, kupastikan kau akan dihukum. Kau akan diberi hukuman," ucapnya mengakhiri pernyataan.
Pengadilan Tinggi Christchurch memvonis terdakwa Brenton Tarrant dengan hukuman penjara seumur hidup.
Adapun hukuman tersebut dijatuhkan tanpa adanya pembebasan bersyarat, Kamis (27/8/2020).
Hukuman ini menjadi pertama yang dilakukan di Selandia Baru.
Brenton Tarrant terbukti bersalah atas 51 dakwaan pembunuhan, 40 dakwaan percobaan pembunuhan, dan 1 dakwaan terorisme.
Putusan hakim Cameron Mander dilakukan setelah pengadilan mendengarkan pernyataan sekira 60an penyintas dan keluarga.
Baca: Korban Penembakan di Christchurch, Farisha Razak Sebut Brenton Tarrant Pantas Menderita di Penjara
Ia sempat terkikik mendengar reaksi marah dari penyintas dan keluarga.
Mark Zarifeh, Jaksa Penuntut Umum menyebut kejahatan Brenton "menimbulkan bekas yang menyakitkan dan memprihatinkan pada sejarah Selandia Baru".
"Jelas dia adalah pembunuh terkeji di Selandia Baru", kata Mark Zarifeh.
Pelaku yang memilih mewakili dirinya sendiri, mengatakan tidak punya pernyataan apapun.
Seorang pengacara yang disediakan mengatakan Tarrant bicara kepadanya bahwa dia tidak menentang hukuman dipenjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat.
Sidang pada Rabu (26/8/2020) diwarnai derai air mata, kemarahan hingga pembacaan Alquran.
Saat vonis dibacakan, Brenton Tarran terlihat diam, memandang sekeliling, dan menghadapi penyintas dan keluarga dengan tanpa reaksi.
"Tidak, terima kasih," kata Brenton Tarrant saat sang hakim bertanya ke dirinya apakah ingin mengucapkan sesuatu.