Pengadilan tinggi Christchurch mendatangkan 60 penyintas dan keluarga untuk menyampaikan dampak yang mereka rasakan atas insiden tahun 2019 tersebut.
Satu diantaranya adalah Ata Taj Mohammad Kamran yang kehilangan sahabatnya saat terjadinya insiden.
Kamran merupakan penyintas yang selamat dari hujanan peluru Brenton Tarrant.
Diketahui Kamran kehilangan sahabatnya dalam serangan itu.
Tertunduk sedih, ia menyebut dirinya sering tidak bisa tidur nyenyak, mudah marah, dan ketakutan kalau ke luar rumah.
Baca: Maysoon Salama di Hadapan Brenton Tarrant: Semoga Kau Dapat Hukuman Berat di Dunia dan Akhirat
Memakai topi khas, ia menyampaikan duka dan dampak yang ia rasakan di mimbar persidangan.
"Saya tidak ingin hidup seperti ini, terlalu melelahkan bagi saya, saya lelah dengan semuanya," katanya.
Kamran ditembak empat kali di bagian kaki saat mencoba melarikan diri dari masjid.
Ia mengaku merasa bersalah saat tidak bisa membantu lebih banyak orang saat itu.
Namun, tidak ada pilihan lain bagi dirinya.
"Saya sering menangis sekarang, ingatan itu begitu membekas bagi saya .. Itu sangat sulit (melupakannya)," katanya.
Baca: Imam Masjid Al Noor, Gamal Fouda di Hadapan Terdakwa Brenton Tarrant: Kau itu Sesat dan Salah Arah
Kamran pindah ke Selandia Baru pada 2007 sebagai pengungsi dari Afghanistan.
Ia mengungsi lantaran rumahnya dibom dan sebagian besar keluarganya tewas.
"Saya dan ibu selamat ... (sedangkan) ayah saya meninggal tidak lama setelah pemboman", katanya di pengadilan.
"Selandia Baru adalah tempat yang aman bagi saya," ungkapnya.
Sebagai informasi, setelah pindah ke Selandia Baru, Kamran masih menemui masalah besar dalam hidupnya.
Gempa tahun 2011 membuat hancur rumahnya.
Baca: Imam Masjid Al Noor, Gamal Fouda di Hadapan Terdakwa Brenton Tarrant: Kau itu Sesat dan Salah Arah
Namun, dirinya selamat dan harus tinggal di dalam mobilnya selama beberapa bulan.
Persahabatannya dengan sesama pengungsi Afghanistan, Matiullah Safi turut membantu hidupnya.