Tak Hanya Miliki 60 Bom Nuklir, Korea Utara Juga Pemilik Senjata Kimia Terbesar ke-3 di Dunia

Penulis: Maghita Primastya Handayani
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

(FILES) Dalam file ini foto diambil pada 9 September 2018, tank Tentara Rakyat Korea (KPA) ikut serta dalam parade militer di lapangan Kim Il Sung di Pyongyang. Tentara Korea Utara sepenuhnya siap untuk mengambil tindakan terhadap Korsel, kata media pemerintah pada 16 Juni 2020 dalam keributan verbal terbaru dari Pyongyang, beberapa hari setelah saudara perempuan pemimpinnya mengancam gerakan militer terhadap Seoul.

Bureau 121 melaporkan bahwa Korea Utara diyakini memiliki 6.000 tenaga peretas.

Mereka beroprasi di negara asing misalnya Belarus, China, India, Malaysia dan Rusia.

"Korea Utara bisa saja melakukan perang siber atau perang komputer invansif jika terdesak," terang Bureau 121.

"Tim peretas mereka telah memiliki kemampuan untuk menjangkau komputer yang ditargetkan di mana pun di dunia selama mereka terhubung ke internet,' lanjut laporan Bureau 121.

 Negosiasi antara Korea Utara dan Amerika Serikat belum berhasil dilakukan

Dari kiri ke kanan, Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Korea Selatan Moon Jae In. Ketiga pemimpin negara tersebut tengah berdialog di area Panmunjom atau Zona Demiliterisasi (DMZ) Korea Utara-Korea Selatan pada Minggu, (30/30/6/2019). (Official White House/Shealah Craighead)

Hingga saat ini, negosiasi antara Amerika Serikat dengan Korea Utara bisa dibilang belum berhasil.

Diketahui bahwa Trump dan Kim telah berjumpa sebanyak tiga kali pada 2018 lalu.

Agenda tersebut membicarakan mengenai pembongkaran program senjata nuklir Korea Utara dengan imbalan konsesi AS.

Pada pertemuan puncak pertama di Singapura pada 2018, kedua pemimpin sepakat untuk mengadakan denuklirisasi total Semenanjung Korea.

Namun pada KTT di Hanoi Februari 2019 berakhir tanpa kesepakatan.

Oleh karena itu, Presiden Korea Selatan, Moon Jae In ingin Korea Utara berdialog dengan Amerika Serikat.

Keinginan Moon tersebut disampaikan oleh pejabat senior Gedung Biru Korea Selatan pada Rabu, (1/7/2020).

Hal tersebut lantaran pada November mendatang, Kim Jong Un dimungkinkan hadir menemui Donald Trump pada pemilu presiden di AS.

Tak hanya itu, mantan Penasehat Keamanan Nasional AS, John Balton mengatakan pertemuan Trump dan Kim sangat dimungkinkan.

Karena pertemuan tersebut bisa membatu Trump memenangkan pilpres.

Penolakan Korea Utara telah disampaikan oleh Wakil Menteri Luar Negeri, Choe Son Hui.

"Sekarang adalah waktu yang sangat sensitif karena jika salah penilaian atau melakukan kesalahan langkah sekecil apa pun akan menimbulkan konsekuensi yang fatal dan tidak dapat dibatalkan," jelas Choe Son Hui.

"Kami cukup terkejut dengan keinginan (Moon) yang terjadi saat KTT yang justru acuh terhadap situasi hubungan Korea Utar-AS saat ini," lanjut Choe.

Menurut Choe, AS telah salah menilai jika "negosiasi masih akan bisa dilakukan diantara kami (Korea Utara-AS)", ucap Choe.

Karena sesuai dengan perkataan Choe, Korea Utara kini telah melakukan perencanaan dan langkah strategis untuk mengendalikan ancaman jangka panjang dari AS.

Halaman
123


Penulis: Maghita Primastya Handayani
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
BERITA TERKAIT

Berita Populer