“Itu tidak betul!” kata Sudiro.
Kata Sudiro, pemilik mikrofon itu adalah warga negara Indonesia bernama Gunawan.
Saat persewaan mikrofon habis, panitia kemerdekaan kemudian mengutus dua orang untuk mencari mikrofon, yakni Wilopo dan Njonoprawoto sekitar pukul 07.00 WIB, tanggal 17 Agustus 1945.
Mereka kemudian mendatangi rumah seseorang yang bernama Gunawan untuk meminjam mikrofon.
Keduanya tidak memberitahu untuk keperluan apa mereka meminjam mikrofon.
Mikrofon milik Gunawan kemudian dipinjamkan kepada mereka berdua.
Namun demikian, Wilopo dan Njonoprawoto tidak bisa menyeting mikrofon.
Sehingga, Gunawan menyuruh saudaranya, Sunarto untuk membantu.
Saat di mobil, Sunarto baru diberitahu bahwa mikrofon itu akan digunakan Presiden Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia.
Sunartolah yang memasang mikfrofon tersebut di Pegangsaan Timur Nomor 56.
“Standar (kaki atau dudukan) didirikannya di ruang muka terbuka, dan versterker diletakkan di dalam kamar muka sebelah kiri dari ruang terbuka itu,” kata Sudiro.
Dituturkan oleh Sudiro mengenai sosok Gunawan dalam ceramahnya di Lembaga Pembinaan Jiwa ‘45 Jakarta.
Gunawan merupakan pemilik Radio Satriya, yang bertempat tinggal di Jalan Salemba Tengah 24 Jakarta (sekarang menjadi rumah sakit MH Thamrin Salemba).
Mikrofon itu, menurut Sudiro adalah buatan Gunawan sendiri.
Sudiro yakin bahwa Gunawan lah yang merancang corong maupun dudukannya.
Selain itu, Gunawan juga merancang verstekker atau amplifier (penguat suara).
“Mulai dari corong maupun standarnya (kakinya). Begitu pula verstekker serta band-nya yang dibuat dari zilverpapiar, selubung rokok. "Semuanya itu adalah hasil kecerdasan otak dan ketrampilan tangan seorang Indonesia yang bernama Gunawan itu”, kata Sudiro.
Dalam buku karya Hendri F. Isnaeni berjudul '17-8-1945, Fakta, Drama, Misteri', terbitan Change (2015), juga menuliskan mengenai kesaksian Gunawan.