Polisi Menangkap Djoko Tjandra, Berikut Kronologi Lengkap Kasus Cessie Bank Bali

Penulis: Febri Ady Prasetyo
Editor: Melia Istighfaroh
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra tiba di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Kamis (30/7/2020) malam. Bareskrim Polri berhasil menangkap Djoko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia.

Padahal saat diteken, BDNI sudah masuk perawatan BPPN. Cessie tersebut juga tak dilaporkan ke Bapepam dan PT Bursa Efek Jakarta (BEJ), padahal Bank Bali sudah masuk bursa.

Ketua BPPN saat itu, Glenn M.S. Yusuf menyadari kejanggalan cessie Bank Bali dan kemudian membatalkan perjanjian cessie. Dari situlah, kasus mengelinding lebih kencang lagi.

Dirut EGP Setya Novanto menggugat BPPN ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan menang.

Walau tetap menang di tingkat banding, Mahkamah Agung (MA) melalui putusan kasasinya pada November 2004 memenangkan BPPN.

Tak hanya itu, EGP juga membawa kasus ini ke ranah perdata dengan menggugat Bank Bali dan BI agar mencairkan dana Rp546 miliar.

Menariknya, Pengadilan pada April 2000, memutuskan EGP berhak atas dana lebih dari setengah triliun rupiah itu.

Kasus ini terus bergulir ke tingkat selanjutnya. Melalui putusan kasasinya, MA memutuskan uang itu milik Bank Bali.

Di tingkat peninjauan kembali, putusan itu tetap sama: uang itu menjadi hak Bank Bali.

Pada saat bersamaan, Kejagung mengambil alih kasus ini dan menetapkan sejumlah tersangka, antara lain Djoko Tjandra, Syahril Sabirin (Gubernur BI), Pande Lubis (Wakil Kepala BPPN), Rudy Ramli, hingga Tanri Abeng (Menteri Pendayagunaan BUMN).

Mereka dituding telah melakukan korupsi yang merugikan kantong negara.

Kejaksaan menyita dana Rp546 miliar itu dan menitipkan ke rekening penampungan (escrow account) di Bank Bali.

Dari kesekian banyak tersangka, akhirnya hanya tiga orang yang diadili, yaitu Djoko Tjandra, Syahril, dan Pande Lubis. Pande Lubis dihukum empat tahun penjara berdasar putusan MA tahun 2004.

Adapun Syahril Sabirin, kendati pengadilan negeri menjatuhkan vonis penjara tiga tahun, belakangan hakim pengadilan banding dan hakim kasasi menganulir putusan itu.

Yang kontroversial adalah Djoko Tjandra. Selain hanya dituntut ringan, hanya sebelas bulan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemudian memutusnya bebas. Di tingkat kasasi, lagi-lagi Djoko dinyatakan bebas.

Satu-satunya hakim kasasi yang saat itu melakukan dissenting opinion atas putusan Djoko Tjandra adalah Hakim Agung Artijo Alkostar.

Kejaksaan tak menyerah dengan mengajukan upaya hukum luar biasa, yakni melalui mekanisme peninjauan kembali (PK).

Hasilnya memang tak sia-sia. MA akhirnya memutuskan Djoko Tjandra dan Sjahril Sabirin bersalah dan mengukum keduanya dua tahun penjara serta membayar denda sebesar Rp15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp546 miliar dirampas untuk negara.

Namun, sehari sebelum putusan MA pada Juni 2009, Djoko Tjandra memilih kabur meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Port Moresby, Papua Nugini.

Djoko Tjandra kemudian diketahui telah pindah kewarganegaraan ke Papua Nugini pada Juni 2012.

Namun, alih status warga negara itu tidak sah karena Djoko Tjandra masih memiliki permasalahan hukum di Indonesia.

Halaman
123


Penulis: Febri Ady Prasetyo
Editor: Melia Istighfaroh
BERITA TERKAIT

Berita Populer