Sampah dan polutan yang dihasilkan dari limbah manusia membanjiri banyak perairan dilaut berbagai negara.
Belum lagi fauna lautan langka yang terancam eksistensinya berkat diburu oleh manusia.
Salah satunya adalah paus, yang banyak diburu untuk dijadikan makanan oleh manusia.
Di Kepulauan Faroe, tradisi perburuan dan pembantaian paus yang berusia ribuan tahun lamanya ternyata masih berlaku hingga kini.
Sekitar ratusan ekor mamalia laut tewas akibat pembantaian di lepas pantai negara tersebut apda Kamis (15/7/2020).
Baca: Viral, Peluk dan Kerumuni Paus Orca, Warga Inobonto Heboh Mengira Lumba-Lumba Terdampar
Baca: Tak Hanya Senjata Militer Modern, Iran Miliki Pasukan Lumba-lumba Pembunuh Mematikan dari Rusia
Melansir berita AFP, tradisi itu bernama Grindadrap, sebuah tradisi kuno yang telah dilakukan masyarakat Denmark sejak lebih dari 1.000 tahun yang lalu.
Tradisi Grindadrap adalah budaya yang paling diandalkan di Kepulauan Faroe.
Kepulauan Faroe merupakan wilayah otonom Denmark, di Kepulauan Atlantik Utara.
Daging paus sendiri memang merupakan makanan pokok di sana.
Namun, tradisi Grindadrap telah menuai banyak kritik dan kecaman dari LSM Lingkungan Sea Shepherd namun masih terus dilakukan sampai sekarang.
Sekitar 250 ekor paus pilot bersirip panjang beserta beberapa lumba-lumba sisi putih Atlantik pada Rabu kemarin (15/7/2020) di lepas Pantai Hvalba, dibantai dalam tradisi Grindadrap di sebuah desa di bagian paling selatan Pulau Suduroy, Kepulauan Faroe.
Media lokal mengutip apa yang disebut LSM Sea Shepherd sebagai "aksi barbar" terhadap tindakan pembantaian hewan-hewan tersebut.
Mereka juga menyeru agar masyarakat menghentikan tradisi itu.
Tradisi yang dilakukan di tengah pandemi virus corona menjadi masalah bagi otoritas lokal.
Kepulauan Faroe yang berpopulasi hampir 50.000 orang telah mencatat 188 kasus infeksi virus corona saat ini berdasarkan laporan media Perancis AFP.
Menteri Perikanan Denmark, Jacob Vestergaard sebelumnya menyetujui pada 7 Juli untuk perburuan paus dengan ketentuan bahwa setiap orang harus menghindari kerumunan besar.
Perburuan paus dan lumba-lumba itu menunjukkan pemandangan kapal-kapal yang menggiring mamalia laut yang sudah mati. Mamalia laut itu dibantai di sebuah teluk oleh para nelayan dengan pisau-pisau mereka.
Darah hewan-hewan itu 'mengubah' warna air laut menjadi merah. Ada pun LSM Sea Shepherd sebelumnya pada 2014 berhasil mengacaukan tradisi tersebut.
Baca: Diganggu ketika Sampaikan Materi, Paus Fransiskus Justru Lakukan Hal Istimewa Pada Si Gadis Kecil
Baca: Deretan Kisah di Balik Puasa 10 Muharram : Nabi Adam Bertobat hingga Yunus Keluar dari Paus
Namun UU yang memberi wewenang pada kapal militer Denmark memastikan LSM berada di luar jangkauan perairan Faroe saat pembantaian dilangsungkan.