Diberitakan sebelumnya, pemerintahan Donald Trump mengumumkan pelajar asing yang tidak melakukan kuliah tatap muka akan 'diusir' dari negara Paman Sam.
Pembatalan ini tak lepas dari kritik yang dilakukan oleh berbagai pihak.
Baca: Terancam Deportasi, Mahasiswa Asing di AS Bingung dengan Kebijakan Pemerintahan Donald Trump
Dua di antara pihak yang lantang mengkritik kebijakan ini adalah Universitas Harvard dan Massachusetts Institute of Technology.
Harvard sendiri berencana menyelenggarakan pembelajaran online di semua kelas pada tahun akademik mendatang.
Tak hanya bersuara, berbagai pihak itu membawa kasus ini ke ranah hukum.
Dalam sidang yang sangat dinanti-nantikan pada hari Selasa (14/7/2020) dalam kasus yang dibawa oleh Harvard, Hakim Distrik AS Allison Burroughs di Massachusetts mengatakan pemerintah AS dan dua universitas elit yang menuntut telah mencapai penyelesaian yang akan membatalkan aturan baru dan mengembalikan kondisi ke status quo.
Sidang berlangsung kurang dari empat menit.
Pelajar Asing di AS Sudah Was-was
Sebelumnya, kebijakan deportasi ini menjadi ramai diperbincangkan pada minggu lalu.
Diberitakan Kontan, Jumat (10/7/2020), penasihat imigrasi di AS mengatakan siswa yang tidak kuliah tatap muka akan dideportasi.
Sontak hal ini membuat pelajar asing di Negeri Paman Sam kebingungan dan cemas.
Satu di antaranya adalah Qinyuhui Chen, mahasiswa asal China yang mengambil jurusan psychology dan fine art di Penn State University.
Kepada BBC, ia mengatakan kebingungannya pada pengumuman itu.
"Saya sangat terkejut ketika pengumuman itu keluar. Tiba-tiba saja. Sekolah kami akan pindah ke mode online lengkap setelah Thanksgiving," jelasnya.
Kini dia mulai mengkhawatirkan status visanya.
Baca: Terkait Pembelajaran Jarak Jauh Pelajar Dibuat Permanen, Berikut Klarifikasi dari Kemendikbud
"Banyak teman saya berpikir bahwa mereka bisa mengambil kelas online untuk musim gugur dan sudah kembali ke rumah. Bagi mereka yang masih di sini, kami terus mengawasi harga tiket pesawat."
"Saya pikir itu tidak praktis bagi kita untuk bolak-balik antara negara asal kita dan AS. Saya sangat berharap bahwa sekolah mungkin akan memberi kami satu kelas tatap muka setelah Thanksgiving sehingga kami tetap bisa tinggal di AS," tambahnya.
Hal yang sama juga diungkap mahasiswa asal India, Tanisha Mittal (22).
"Seperti banyak siswa internasional lainnya, saya pulang ke India tepat sebelum negara terkunci. Semuanya telah online sejak saat itu. Saya akhirnya memesan tiket saya minggu lalu untuk kembali ke AS. Saat saya bangun, muncul aturan ini pada hari berikutnya. Saya sangat cemas. Saya tidak yakin apakah saya bisa kembali," ceritanya kepada BBC.
"Saya benar-benar takut karena perintah yang membingungkan ini saya dapat dideportasi kembali ketika saya tiba di AS. Penerbangan saya dalam 10 hari, yang membuat masalah ini semakin mendesak bagi saya."