Akui Salah Gunakan Diksi New Normal, Achmad Yurianto: Ganti dengan Adaptasi Kebiasaan Baru

Penulis: Restu Wahyuning Asih
Editor: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona Achmad Yurianto dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Sabtu (7/3/2020).KOMPAS.com/Dian Erika

Dikatakan akun @ianhugen, pada bulan April langit Jakarta nampak begitu biru dengan awan putih yang terlihat jelas.

Sedangkan pada hari pertama new normal dijalankan di Jakarta (15/6/2020) langit tampak berwana abu-abu dan berkabut.

"Oh my God, polusi emang enggak bercanda," katanya dalam video tersebut. Berikut tangkapan layar perbandingan wajah Jakarta yang ditangkap oleh akun @ianhugen.

Kepala Bidang Analisis Variabilitas Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG) Indra Gustari menjelaskan, membaik atau memburuknya kualitas udara suatu wilayah dilihat dari dua faktor.

"Pertama, perubahan di sumber polutannya dan kedua, proses pengurangan polutan di udara," ujarnya kepada Kompas.com, Senin (15/6/2020) malam.

Baca: Virus Corona Bisa Menular Melalui Udara, Bagaimana Cara Mencegahnya?

Baca: 5 Catatan Penting tentang Penularan Virus Corona Lewat Udara: Jaga Jarak Dua Meter Belum Cukup Aman

Baca: WHO Konfirmasi Virus Corona Menyebar Lewat Udara, Berikut Cara Pencegahannya

Indra menjelaskan, pada faktor pertama mengenai perubahan pada sumber polutan, itu berasal dari aktivitas transportasi dan kegiatan industri.

Oleh sebab itu, untuk mengetahui dampak pastinya perlu dilakukan pengecekan jumlah peningkatan lalu lintas kendaraan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) dalam beberapa hari terakhir.

Meski demikian, lanjut Indra, dengan menengok peningkatan kemacetan di jalanan Jabodetabek dalam beberapa hari terakhir sejak diberlakukan new normal dalam masa transisi, jelas menunjukkan adanya penambahan jumlah kendaraan.

"Selanjutnya itu akan meningkatkan konsentrasi polutan di udara atau menurunkan kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya," jelasnya.

Faktor kedua, mengenai proses berkurang atau menghilangnya polutan dapat disebabkan oleh pencucian polutan di udara oleh air hujan.

Pada awal tahun, wilayah Jabodetabek masih sering mengalami turun hujan lantaran masih memasuki musim hujan.

Bahkan sampai pertengahan Mei 2020 hujan masih sering turun.

"Hal ini tentu saja akan menurunkan konsentrasi polutan di udara, sehingga kualitas udara pada periode tersebut relatif baik," kata dia.

Sebaliknya, sejak akhir Mei 2020 hingga saat ini, sebagian wilayah Jakarta sudah memasuki musim kemarau sehingga frekuensi turunya hujan pun berkurang.

Sekalipun masih turun hujan, intensitasnya juga rendah.

Indra bilang, kondisi ini berimplikasi pada terakumulasinya polutan di udara pada Jakarta.

"Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa kualitas udara di Jabodetabek menurun pada awal Juni dibandingkan beberapa beberapa minggu yang lalu adalah akibat dari faktor diatas," ungkapnya.

(TribunnewsWiki.com/Restu, Kompas.com/Haryanti Puspa Sari)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jubir Pemerintah Akui Diksi New Normal Salah, Ganti dengan Adaptasi Kebiasaan Baru"



Penulis: Restu Wahyuning Asih
Editor: Putradi Pamungkas
BERITA TERKAIT

Berita Populer