Lebih lanjut, menurut Saleh, pemerintah mampu memfasilitasi rapid test dengan melihat anggaran di bidang kesehatan sebesar Rp 75 triliun.
Hal ini, kata dia, juga dapat menghindari komersialisasi rapid test di sejumlah layanan kesehatan.
"Karena dalam kondisi ini kita berharap rapid test tidak dijadikan ajang bisnis, tetapi diorientasikan pada penanganan Covid-19 dan penanaman pada nilai-nilai kemanusiaan," pungkasnya.
Anggota Ombudsman RI Alvin Lie menduga selama ini terjadi disparitas tarif rapid test Covid-19.
Sehingga, Kementerian Kesehatan akhirnya menerbitkan Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Test Antibodi.
Baca: Setelah Dikritik Ratusan Ilmuwan, WHO Kini Mengakui Virus Corona Bisa Menular melalui Udara
Dalam SE tersebut ditetapkan bahwa biaya rapid test tertinggi adalah Rp 150.000.
"Selama ini biaya rapid test itu harganya gila-gilaan karena sudah menjadi komoditas dagang. Itu ada sanksinya atau tidak (setelah ditetapkan tarif atas Rp 150.000)," kata Alvin seperti dilansir dari Antara, Rabu (8/7/2020).
Dari informasi yang ia peroleh, alat rapid test dibeli dengan harga di atas Rp 200.000 di sejumlah daerah.
Alvin khawatir, beberapa rumah sakit justru mematok biaya rapid test lebih tinggi dibandingkan yang ditetapkan Kemenkes.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pemerintah Akan Beri Sanksi RS dengan Tarif Rapid Test di Atas Rp 150.000",