Pemerintah Bakal Memberi Sanksi kepada RS yang Kenakan Tarif Rapid Tes Covid-19 di Atas Rp150.000

Penulis: Febri Ady Prasetyo
Editor: Archieva Prisyta
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi rapid test Covid-19. Pemerintah berencana memberi sanksi tegas kepada rumah sakit yang mematok tarif rapid test lebih mahal dari batasan harga tertinggi yang ditetapkan Kemenkes, yakni Rp150 ribu.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Rumah sakit (RS) yang mengenakan tarif rapid test Covid-19 di atas Rp150.000 akan diberikan sanksi oleh pemerintah.

Hal ini dikatakan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy.

Pernyataan itu disampaikan oleh Muhadjir untuk menanggapi surat edaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang mengatur batas maksimal tarif rapid test.

Sebelumnya, ada surat edaran dari Kemenkes mengenai tarif tertinggi rapid test, yakni Rp150.000.

"Berkaitan dengan surat edaran dari Menkes tentang batas maksimum harga rapid test. Pasti kalau ada RS yang mengenakan biaya di atas itu, ya pasti ada sanksinya. Pasti itu," kata Muhadjir melalui kanal Youtube Kemenko PMK, Kamis (9/7/2020).

Muhadjir mengatakan bentuk sanksi yang diberikan bisa berbeda-beda, seperti berupa teguran, peringatan keras atau tindakan yang lebih tegas.

Ia pun meminta RS dan layanan kesehatan menggunakan alat rapid test buatan dalam negeri karena kualitasnya teruji dan harga lebih terjangkau.

"Soal sanksi mungkin bisa diambil tindakan lebih tegas. Ada wewenangnya. Nanti ada aparat sendiri yang melakukan itu (memberi sanksi)," lanjut Muhadjir.

Baca: Kemenkes Tetapkan Tarif Tertinggi Rapid Test di Indonesia Rp 150 Ribu, Ketua YLKI: Masih Mahal

Baca: Wartawan di Bali Meninggal Akibat Covid-19, Gugus Tugas Lakukan Rapid Test ke 20 Jurnalis Lain

Petugas melakukan rapid test corona terhadap pedagang dan pembeli di Pasar Kobong Semarang, Jumat (22/5/2020) malam. (Tribun Jateng/Iwan Arifianto)

Sebelumnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menetapkan batas tertinggi pemeriksaan rapid test antibodi untuk mendeteksi virus corona (Covid-19) sebesar Rp 150.000.

Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Rapid Test Antibodi. Surat itu ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Bambang Wibowo pada 6 Juli 2020 lalu.

"Betul (batasan tertinggi Rp 150.000)," kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit P2P Kemenkes, Achmad Yurianto, Selasa (7/7/2020).

Dalam surat edaran dijelaskan, biaya tersebut berlaku untuk masyarakat yang ingin melakukan pemeriksaan secara mandiri.

Pemeriksaan juga tetap dilakukan oleh petugas kesehatan yang memiliki kompetensi. Setiap fasilitas layanan kesehatan pun diminta mengikuti batasan tarif yang telah ditentukan oleh Kementerian Kesehatan.

Tanggapan Komisi IX mengenai rapid test

Anggota Komisi IX dari Fraksi PAN Saleh Daulay mengatakan sebaiknya pemerintah memfasilitasi biaya rapid test bagi masyarakat.

Sebab, kegunaan rapid test tersebut tidak hanya dibutuhkan masyarakat, tetapi juga pemerintah dalam pengawasan dan pemetaan penanganan Covid-19.

Hal ini disampaikan Saleh, menanggapi tarif biaya rapid test yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan ( Kemenkes) melalui surat edaran.

"Nah, jika masyarakat menginginkan melakukan rapid test, itu harus disambut dengan baik oleh negara dan mestinya pemerintah memfasilitasi, ya kan, memberikan fasilitas terkait dengan itu," kata Saleh saat dihubungi, Rabu (8/7/2020).

Baca: Melonjak, Kasus Corona Indonesia Capai Angka 70.736, Jawa Barat Catat Kasus Terbanyak

Baca: Waspada, Penyebaran Partikel Aerosol Virus Corona Mirip Asap Rokok: Makin Dekat Sumber, Makin Bahaya

Petugas medis melakukan rapid test massal terhadap seluruh karyawan di Brastagi Supermarket Jalan Gatot Subroto Medan, Selasa (19/5/2020). Sebanyak 130 karyawan Brastagi Supermarket yang tengah jalani rapid test, dilakukan terkait adanya dugaan karyawan Berastagi Supermarket yang terpapar Covid-19. (TRIBUN MEDAN/DANIL SIREGAR)

Saleh mengatakan akan lebih baik pemerintah memfasilitasi biaya rapid test karena di beberapa kegiatan, masyarakat diminta mematuhi persyaratan tertentu salah satunya, melakukan rapid test.

"Misalnya orang mau melakukan penerbangan atau pergi dengan pesawat terbang, itu kan harus pakai rapid test, nah kalau misalnya rapid test mahal tentu akan membebani dan memberatkan masyarakat," ujarnya.

Halaman
12


Penulis: Febri Ady Prasetyo
Editor: Archieva Prisyta

Berita Populer