Posisi tetap seperti itu," ujar dia.
Namun, saat ditanya apakah Presiden bakal mengevaluasi jaksa yang memberi tuntutan ringan atas kasus ini, Donny menyebut hal tersebut masih membutuhkan proses lebih lanjut.
"Kalau evaluasi nanti ada prosesnya, ada prosedurnya, ada tahapannya.
Masih jauh," kata dia.
Sementara itu, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari berpendapat, pihak Istana sedang lari dari tanggung jawab atas kasus penyiraman air keras kepada Novel Baswedan.
Feri mengatakan, selama ini tidak ada yang meminta Presiden Jokowi melakukan intervensi pada kasus Novel Baswedan.
Menurut dia, yang diminta semua pihak adalah Presiden Jokowi memastikan bahwa proses hukum berjalan secara adil.
"Presiden perlu memastikan siapa yang akan menjalankan proses hukum itu dan bagaimana dia menjalankannya, sehingga upaya mewujudkan keadilan untuk sedikit luas bisa terwujud," ujar dia.
Feri mengatakan, Polri dan kejaksaan adalah bawahan dari presiden, sehingga wajar apabila Presiden Jokowi memastikan jajarannya bekerja sesuai dengan arah yang ditentukan sejak awal pemerintahan.
Arahan yang dimaksud adalah ucapan Presiden Jokowi yang menyebut pelaku penyiraman terhadap Novel Baswedan harus ditindak tegas.
"Kepolisian dan kejaksaan di tingkat ini kan saya lebih spesifik bicara kejaksaan.
Nah, ketika dia menuntut rendah, sementara presiden berkata tindak tegas pelaku penyiraman, itu kan sudah sangat kontradiktif," ucap dia.
Baca: Bintang Emon Diserang Buzzer, Istana Buka Suara: Silakan Lapor Polisi Jika Merasa Dirugikan
Baca: Bintang Emon Bungkam Fitnah Buzzer Pakai Narkoba, Hasil Tes Urine Negatif : Positif Kentang Mustofa
Feri juga mengatakan, hal yang tidak boleh dilakukan presiden terkait keterlibatan dalam suatu kasus hukum adalah mengubah fakta.
Oleh karena itu, Feri berharap Istana tidak salah melihat batasan intervensi terkait kasus hukum.
"Jadi jangan presiden salah pahami, bahwa Istana bukan tidak boleh ikut campur Istana itu bukan mencampuri untuk mengubah fakta itu baru enggak boleh," ucap Feri.
Sementara itu, jaksa penuntut umum mempunyai alasan tersendiri kenapa hanya menuntut dua terdakwa dengan hukuman 1 tahun penjara.
JPU menilai kedua terdakwa yang merupakan anggota Polri itu tidak memenuhi unsur-unsur dakwaan primer soal penganiayaan berat dari Pasal 355 Ayat (1) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Alasannya, cairan yang disiram Rahmat tidak disengaja mengenai mata Novel. Menurut JPU, cairan itu awalnya diarahkan ke badan Novel.