Masalah antara Amerika Serikat vs China Kembali Bertambah, Kali Ini Terkait Kepemilikan Nuklir

Penulis: Haris Chaebar
Editor: haerahr
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden China. Xi Jinping dan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Tensi panas antara dua negara adidaya, Amerika Serikat (AS) dan China kembali membara.

Sebelumnya antara Washington dan Beijing bersaing dalam perang dagang semenjak Donald Trump naik tahta di negeri Paman Sam.

Setelah itu, berbagai masalah menjadi bumbu dalam perselisihan kedua negara besar tersebut. Mulai dari saling lempar soal dalang virus Corona, status Hong Kong dan kini terbaru adalah soal kepemilikan senjata nuklir.

Kali ini, pembahasan tentang perlucutan senjata nuklir dapat menjadi front baru dalam perpecahan yang semakin dalam antara China dan Amerika Serikat.

Hal ini memungkinkan setelah Beijing menolak untuk bergabung dengan perundingan dengan Washington dan Moskow untuk memperpanjang perjanjian penting tersebut.

Diberitakan South China Morning Post, utusan kontrol senjata AS Marshall Billingslea pada hari Rabu mendesak Beijing untuk memikirkan kembali keputusannya menjelang negosiasi yang akan dilangsungkan pada akhir bulan ini.

Billingslea akan bertemu dengan wakil menteri luar negeri Rusia Sergei Ryabkov di Wina pada 22 Juni untuk membahas perpanjangan New Start, sebuah perjanjian pengurangan senjata nuklir yang dinegosiasikan di bawah pemerintahan Barack Obama yang akan berakhir Februari.

Baca: Terima Komplain, Twitter dan Facebook Hapus Video Tim Kampanye Donald Trump tentang George Floyd

Baca: Iran Membuat Versi Palsu dari Kapal Induk Amerika sebagai Target Serang dalam Latihan Perang

 

Ilustrasi Angkatan Laut Amerika Serikat. AS dan NATO adakan latihan perang di Laut Baltik dekat Rusia. (US Navy)

Baca: Berdasarkan Data Intelijen, Senator Amerika Serikat Sebut China Sabotase Pengembangan Vaksin Corona

“China hanya mengatakan tidak memiliki niat untuk berpartisipasi dalam negosiasi trilateral. Itu harus dipertimbangkan kembali,” ucap Billingslea.

"Mencapai status kekuatan yang hebat membutuhkan perilaku dengan tanggung jawab kekuatan yang besar."

"Tidak ada lagi Tembok Besar Kerahasiaan pada pembangunan nuklirnya."

"Kursi menunggu kehadiran China di Wina,” tulisnya, sehari setelah mengkonfirmasikan bahwa Beijing telah diundang ke perundingan tersebut.

Sementara itu, mengutip Wall Street Journal, Moskow tidak akan menekan China untuk bergabung dalam perundingan dengan negosiator AS dan Rusia.

Kendati demikian, menurut Deputi urusan Kementerian Luar Negeri Rusiam Sergei Ryabkov pada Selasa (9/6/2020), absennya partisipasi China akan menimbulkan tantangan signifikan bagi pemerintahan Trump dalam mencapai kesepakatan nuklir.

South China Morning Post juga memberitakan, pada saat persaingan antara Washington dan Beijing meningkat, pemerintahan Donald Trump telah mendorong China agar hadir dalam kesepakatan di masa depan untuk menggantikan perjanjian New Start 2010, dengan alasan bahwa kemampuan nuklir dan rudal China, yang kini sedang dikembangkan dan dimodernisasi, menimbulkan ancaman yang semakin besar terhadap AS dan sekutunya.

Namun Beijing telah menolak undangan itu.

Sebuah pernyataan di situs web kementerian luar negeri China mengatakan, Washington dan Moskow, dengan persediaan senjata nuklir terbesar di dunia, memiliki "tanggung jawab khusus dan prioritas tinggi untuk pelucutan senjata nuklir".

Pada bulan Desember, juru bicara kementerian luar negeri China Hua Chunying mengatakan AS berusaha mengalihkan tanggung jawab kepada pihak lain.

AS Minta Sekutu Akhir Hubungan dengan China

Dalam beberapa waktu terakhir, Amerika Serikat (AS) meminta para sekutu-sekutunya untuk memutuskan hubungan dengan China di bidang-bidang dengan risiko keamanan.

Melansir The Jerusalem Post, seorang pejabat Amerika Serikat dengan pengetahuan pembicaraan tentang masalah tersebut mengungkapkan permintaan dari Washington itu terhadap sekutu-sekutunya.

Halaman
1234


Penulis: Haris Chaebar
Editor: haerahr

Berita Populer