Meski demikian, klaim China tidak memiliki dasar di bawah hukum internasional dan dinyatakan tidak sah dalam putusan pengadilan internasional 2016.
Meskipun demikian, sejak sekitar 2015 pemerintah China mulai meningkatkan ambisi teritorialnya dengan membangun pulau-pulau buatan di atas terumbu di Laut China Selatan, dan mengerahkan pasukan militer mereka di wilayah tersebut, mulai dari pesawat, pelabuhan, dan fasilitas radar.
Baca: Di Saat Corona Lumpuhkan Ekonomi Dunia, Biliuner Amerika Serikat Ini Justru Dapat Untung Besar
Baca: Di Tengah Tekanan dari Amerika Serikat, China Dongkrak Anggaran Militer sebesar 2.645 Triliun
Baca: Amerika Serikat Putuskan Blacklist Puluhan Perusahaan China Pasca Terlibat Diskriminasi Etnis Uighur
"Pulau-pulau ini penuh dengan radar dan kemampuan pengawasan, mereka melihat semua yang terjadi di Laut China Selatan," kata Polling kepada CNN.
"Di masa lalu, China tidak tahu di mana kamu melakukan pengeboran. Sekarang mereka pasti tahu."
Para ahli mengatakan Beijing telah menciptakan armada penjaga pantai dan kapal penangkap ikan Tiongkok yang dapat dikerahkan di Laut China Selatan untuk mengganggu kapal negara lain atau berlayar di daerah yang sensitif secara politik.
Laut China Selatan saat ini menjadi perhatian internasional. Konflik antara China dan negara-negara yang mengklaim wilayah mereka di Laut China Selatan semakin meningkat.
Hal ini kian meningkatkan tekanan terhadap Indonesia dan Malaysia sebagai kekuatan utama di kawasan.
Mengutip CNN, Senin (8/6/2020), kapal-kapal China dan Malaysia terperangkap dalam konflik besar selama lebih dari satu bulan sejak awal tahun 2020 di dekat Pulau Kalimantan di Laut China Selatan.
Konflik itu terjadi saat kapal Malaysia, Capella Barat, tengah mencari sumber daya di perairan yang juga diklaim Beijing.
Baca Juga: Kapal Induk terbaru Gerald Ford bersiap terhubung dengan armada perang AS di Atlantik
Saat itu, sebuah kapal survei Tiongkok, disertai dengan kapal penjaga pantai, berlayar ke daerah tersebut dan mulai melakukan pemindaian, menurut gambar satelit yang dianalisis oleh Institut Transparansi Maritim Asia (AMTI).
Hal itu kemudian direspons Malaysia dengan mengerahkan kapal ke daerah itu, yang didukung kapal perang Amerika Serikat yang melakukan latihan bersama di Laut China Selatan.
Beijing mengklaim tengah melakukan kegiatan normal di perairan di bawah yurisdiksi Tiongkok. Kendati selama berbulan-bulan kapal-kapal China dituding memburu kapal-kapal negara lain yang mencoba mengeksplorasi sumber daya di perairan yang diklaim China miliknya.
Baca: Klaim Miliki Lembah Sungai Galwan, China Serbu Garis Pertahanan India dengan 10.000 Pasukan Militer
Baca: Terinspirasi Donald Trump, Presiden Brasil Ancam Keluar dari WHO karena Tak Tahan Terus Diintervensi
Baca: Membangkang dari Donald Trump, Menteri Pertahanan AS Tolak Kerahkan Militer Atasi Demonstrasi
Sekarang para ahli mengatakan, China mengadopsi taktik yang semakin kuat dan berisiko memicu konflik baru dengan kekuatan regional utama seperti Malaysia dan Indonesia.
Direktur AMTI, Greg Polling mengatakan, negara-negara itu lebh penting daripada sebelumnya karena kapal-kapal China memperluas jangkauan mereka di kawasan itu, sebagian besar karena keberadaan pulau-pulau buatan Beijing di Laut China Selatan.
"Pulau-pulau buatan itu menyediakan pangkalan depan untuk kapal-kapal China, secara efektif telah mengubah Malaysia dan Indonesia menjadi negara-negara yang berada di garis depannya," ujar Polling.
"Pada hari tertentu, di sana sekitar selusin kapal penjaga pantai berdengung di sekitar Kepulauan Spratly, dan sekitar seratus kapal nelayan, siap berangkat," terangnya.
Artikel ini sudah tayang di Kontan.co.id dengan judul Kerahkan alat canggih, Beijing tahu semua aktivitas tetangga di Laut China Selatan
dan di Tribunnews.com dengan judul China Semakin Agresif Bangun Teknologi di Laut China Selatan, Tekanan untuk Indonesia dan Malaysia