Banyak hal yang kedua negara adidaya itu persoalkan.
Selain perang dagang, konflik kepentingan soal status Hong Kong, siapa dalang dibalik virus Corona, ketegangan antara China dan Amerika Serikat beserta negara-negara sekutunya juga semakin memanas di Asia.
Setelah konflik China vs India mereda, kali ini negeri tirai bambu itu kembali menunjukkan gelagat yang perlu diwaspadai dalam skala regional, terutama dengan Asia Tenggara.
Situasi di Laut China Selatan adalah penyebabnya.
Pada awal tahun ini, sejumlah kapal China dan Malaysia terlibat dalam kebuntuan berisiko tinggi selama lebih dari satu bulan terakhir di dekat pulau Kalimantan di Laut China Selatan.
Melansir pemberitaan Reuters, pada waktu itu, menurut situs pelacakan kapal Lalu Lintas Kelautan, kapal Haiyang Dizhi 8 milik China memasuki perairan dekat Malaysia.
Sumber Reuters mengatakan, pada hari Jumat (5/6/2020), kapal China itu posisinya sangat dekat dengan Capella Barat yang dioperasikan Petronas.
Baca: Jadi Korban Konflik Politik Amerika Serikat vs China, Kini Banyak Warga Hong Kong Ingin Bermigrasi
Baca: Amerika Serikat Cabut Status Istimewa Hong Kong: Bukan Lagi Daerah Otonom dan China Kena Getahnya
Baca: Semakin Panas, Amerika Serikat Kini Minta Para Sekutunya Batalkan Proyek Besar dengan China
Salah satu sumber Reuters lainnya juga mengatakan, sebuah kapal Vietnam juga menandai wilayah Capella Barat.
Wilayah ini dekat dengan perairan yang diklaim oleh Vietnam dan Malaysia dan juga oleh China, melalui klaimnya yang luas terhadap sebagian besar Laut Cina Selatan dalam 'nine-dash-line' berbentuk U yang tidak dikenali oleh tetangganya atau sebagian besar dunia.
Kemudian, seorang juru bicara kementerian luar negeri China mengatakan Haiyang Dizhi 8 sedang melakukan kegiatan normal.
Sebuah sumber keamanan Malaysia mengatakan Haiyang Dizhi 8 diapit pada satu titik pada hari Jumat oleh lebih dari 10 kapal Tiongkok, termasuk milik milisi laut dan penjaga pantai. Sumber itu juga menyebutkan kapal Vietnam.
Itu baru dengan Malaysia. China juga berkonflik dengan sejumlah negara tetangga seperti Vietnam, Filipina dan Indonesia.
Mengutip CNN, ahli politik regional mengatakan kapal-kapal China mengadopsi taktik yang semakin kuat, yang berisiko memicu konflik baru dengan kekuatan regional utama seperti Malaysia dan Indonesia.
Greg Polling, direktur AMTI, mengatakan negara-negara itu lebih penting daripada sebelumnya karena kapal-kapal China memperluas jangkauan mereka di kawasan itu, sebagian besar karena pembangunan lanjutan pulau-pulau buatan Beijing di Laut Cina Selatan.
"Kepulauan tersebut menyediakan pangkalan depan untuk kapal-kapal China, secara efektif mengubah Malaysia dan Indonesia menjadi negara-negara garis depan," kata Polling.
Dia menambahkan, "Pada hari tertentu, di sana sekitar selusin kapal penjaga pantai tampak di sekitar Kepulauan Spratly, dan sekitar seratus kapal nelayan, siap berangkat."
Laut China Selatan adalah salah satu daerah yang paling diperebutkan di dunia, di mana sejumlah negara mengklaim memiliki wilayah ini.
Mereka adalah China, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, Taiwan, dan Indonesia.
Klaim teritorial Beijing, yang dikenal sebagai garis sembilan garis putus-putus - karena tanda yang tercetak pada peta China di wilayah tersebut - sejauh ini merupakan yang terbesar dan mencakup hampir keseluruhan laut, dari Pulau Hainan hingga ke puncak Indonesia.