Efek domino akibat tindak kriminal seorang polisi Amerika Serikat, Derek Chauvin terhadap seorang warga kulit hitam bernama George Floyd semakin meluas.
Selain demonstrasi dan ricuh dibanyak wilayah Amerika Serikat, apa yang terjadi di negeri Paman Sam itu jg membuat situasi Presiden Amerika Serikat (AS) semakin pelik.
Pada Rabu (3/6/2020), Menteri Pertahanan AS, Mark Esper justru menentang apa yang dititahkan atasannya, Donald Trump.
Mark Esper menentang penerapan hukum yang jarang digunakan seperti mengerahkan militer untuk mengatasi protes nasional atas kebrutalan polisi terhadap warga Afrika-Amerika.
Padahal dua hari sebelumnya Presiden Amerika Serikat Donald Trump berkata bahwa dia bisa memanggil tentara untuk meredam protes masa.
"Saya tidak mendukung penerapan Undang-undang pemberontakan," ujar Esper sebagaimana dilansir AFP,
"Saya selalu percaya dan akan terus percaya bahwa Garda Nasional sudah sangat tepat dalam bekerja di ranah domestik sebagai otoritas sipil di situasi seperti ini," tambahnya.
Dia juga mengatakan, keterlibatan militer adalah pilihan paling akhir dan hanya dalam situasi sangat mendesak.
Baca: Demonstrasi Amerika Serikat Meluas, Donald Trump Justru Tuding Kelompok ANTIFA Sebagai Biang Keladi
Baca: Spotify Turut Mendukung Komunitas Kulit Hitam untuk Lawan Rasisme di Amerika Serikat
Baca: Adidas dan Nike Bersatu untuk Melawan Rasisme di Amerika Serikat
"Opsi pengaktifan tugas (militer) hanya boleh digunakan sebagai pilihan terakhir dan hanya dalam situasi yang mendesak dan mengerikan," ujarnya kepada wartawan di Pentagon.
"Kita tidak sedang berada di situasi itu saat ini."
Diketahui pada Senin (1/6/2020) lalu, Trump memperingatkan bahwa dia bisa memobilisasi seluruh sumber daya federal yang tersedia, baik sipil dan militer untuk melawan protes massa yang terjadi di hampir penjuru AS dan menewaskan 9 orang.
Aksi protes massa yang rusuh itu buntut dari kematian George Floyd, pria Afrika-Amerika oleh polisi kulit putih Minneapolis, Derek Chauvin.
Trump mengatakan bahwa negaranya telah dicengkram oleh profesional anarkis, gerombolan perusuh, pembakar, penjarah, kriminal, Antifa dan lainnya.'
Jika kota-kota di negara bagian AS itu tidak dapat lagi dikontrol, Trump mengatakan akan "menyebarkan militer AS dan dengan cepat menyelesaikan berbagai permasalahan mereka".
Ketika ditanya kapan Trump akan menerapkan Undang-undang pemberontakan 1807 dan menugaskan tentara, Pentagon mengatakan 'tidak'.
Namun itu berarti juga mengatakan bahwa mereka telah mengambil langkah awal ke arah itu, dengan membawa 1.600 polisi militer bertugas aktif ke daerah Washington, "sebagai langkah perencanaan yang bijak."
Selain itu, Esper juga membela tindakannya dan tindakan Ketua Umum Gabungan Jenderal Mark Milley di Gedung Putih, pada Senin lalu.
Pasukan diperintahkan untuk menembakkan bom asap dan bola lada, proyektil menyakitkan yang mampu melepaskan bahan kimia, untuk memukul mundur demonstran di taman dekat Gedung Putih sehingga Trump dapat berdiri untuk foto-foto di depan gereja terdekat.
Esper dan Milley dituduh oleh mantan pejabat tinggi pertahanan dan oposisi Demokrat bahwa mereka telah ambil bagian dalam aksi politik Trump.