Jokowi dan Menkominfo Divonis Bersalah, Ini Tanggapan Stafsus Presiden dan Johnny G Plate

Penulis: saradita oktaviani
Editor: Melia Istighfaroh
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Indonesia Joko Widodo (kiri) dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) (kanan) divonis bersalah oleh Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat, Rabu (3/6/2020).(TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN/POOL)

Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Indonesia Joko Widodo dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) divonis bersalah oleh Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat.

Pemblokiran internet tersebut terjadi pada Agustus-September 2019 lalu.

Tepatnya setelah aksi demonstrasi yang berujung kerusuhan terjadi di sejumlah wilayah di Papua.

"Menyatakan perbuatan tergugat I dan II adalah perbuatan melanggar hukum oleh pejabat dan atau badan pemerintahan," kata Hakim Ketua Nelvy Christin dalam sidang pembacaan putusan yang disiarkan di akun YouTube SAFEnet Voices, Rabu (3/6/2020) seperti dikutip dari Kompas.com.

Majelis hakim merinci perbuatan melanggar hukum yang dilakukan kedua tergugat.

Pertama, tindakan throtting atau pelambatan akses atau bandwidth di beberapa wilayah Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua pada 19 Agustus 2019 sejak pukul 13.00 WIT sampai pukul 20.30 WIT.

Kedua, pemblokiran layanan data dan/atau pemutusan akses internet secara menyeluruh di Papua dan Papua Barat, pada 21 Agustus 2019 sampai dengan setidak-tidaknya 4 September 2019 pukul 23.00 WIT.

Ketiga, memperpanjang pemblokiran layanan data dan/atau pemutusan akses internet di empat kota/kabupaten di Provinsi Papua, yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mimika, dan Kabupaten Jayawijaya.

Kemudian, dua kota/kabupaten di Provinsi Papua Barat, yaitu Kota Manokwari dan Kota Sorong, sejak 4 September 2019 pukul 23.00 WIT sampai dengan 9 September 2019 pukul 20.00 WIT.

Majelis hakim pun menghukum tergugat I dan II membayar biaya perkara sebesar Rp 457.000.

Pembatasan akses internet, menurut pertimbangan hakim dinilai menyalahi sejumlah peraturan perundang-undangan.

Satu di antaranya adalah Pasal 40 ayat (2a) dan (2b) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Menurut hakim, jika ada konten yang melanggar hukum, maka pembatasan dilakukan terhadap konten tersebut, bukannya pada akses internet secara keseluruhan.

Sebab pada dasarnya internet adalah netral, bisa digunakan untuk hal yang positif maupun negatif.

"Pemaknaan pembatasan hak atas internet yang dirumuskan dalam Pasal 40 ayat (2b) UU ITE hanya terhadap informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar hukum dan tidak mencakup pemutusan akses jaringan internet," kata majelis hakim dalam putusannya.

Majelis hakim juga menilai pembatasan akses internet membuat aktivitas hingga ekonomi warga banyak terganggu.

Adapun penggugat dalam perkara ini adalah gabungan organisasi masyarakat sipil.

Yaitu Aliansi Jurnalis Independen (AJI), YLBHI, LBH Pers, ICJR, Elsam, Safenet dan lain-lain.

(TribunnewsWki.com/SO/ Kompas.com/Ihsanuddin)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Saat Presiden RI Divonis Bersalah atas Pemblokiran Internet di Papua"



Penulis: saradita oktaviani
Editor: Melia Istighfaroh
BERITA TERKAIT

Berita Populer