Pakar Epidemiologi UI Akui Sulit Minta Masyarakat Diam di Rumah, Biarkan Latihan 'New Normal'

Penulis: Niken Nining Aninsi
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi lebaran

Perubahan bentuk tersebut terlihat berbeda dengan kasus yang ada di Wuhan.

Hal tersebut menunjukkan jika patogen kemungkinan berubah dengan cara yang tidak diketahui, sehingga bisa menyulitan untuk mengatasinya.

Dilansir dari Stratits Times, Rabu (20/5/2020), pasien yang ditemukan di provinsi Jilin dan Heilongjiang tampaknya membawa virus untuk jangka waktu yang lebih lama dan membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih.

Fakta tersebut disampaikan oleh salah satu dokter perawatan klinis top China Dr Qiu Haibo, Selasa (19/5/2020) setelah melakukan tes asam nukleat negatif.

Kemudian, kasus baru yang ada di daerah timur laut China menunjukkan gejala yang memakan waktu lebih lama, sekitar satu hingga dua minggu setelah terinfeksi.

Hal itu tentunya akan menyulitkan pihak berwenang untuk menemukan kasus infeksi sebelum benar-benar menyebar.

Baca: Total Pasien Sembuh Tembus 2 Juta Jiwa, Simak Update Terbaru Covid-19 di Seluruh Dunia 23 Mei 2020

Baca: Pasien OTG Diduga Tularkan Virus Corona ke 24 Perawat di RSUD Kota Depok

"Periode yang lebih lama, yaitu ketika pasien yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala telah menciptakan klaster infeksi baru," kata Dr Qiu.

Sekitar 46 kasus telah dilaporkan selama dua minggu terakhir di tiga kota, yaitu Shulan, Jilin dan Shengyang yang memicu tindakan lockdown baru di wilayah itu.

Namun, para ilmuwan masih belum sepenuhnya memahami apakah virus ini berubah secara signifikan atau tidak.

Perbedaan itu dimungkinkan juga karena para dokter dapat mengamati pasien secara lebih menyeluruh dari tahap lebih awal dibandingkan di Wuhan.

Ketika wabah pertama kali meledak di Wuhan, sistem perawatan kesehatan setempat begitu kewalahan sehingga hanya kasus-kasus paling serius yang sedang dirawat.

Mutasi virus corona

Para peneliti memperkirakan sebuah temuan yang menunjukan ketidakpastian akan bagaimana virus tersebut bermanifestasi.

Dari temuan tersebut, kemungkinan bisa menghambat upaya pemerintah untuk menghentikan penyebaran dan membuka kembali perekonomian yang telah hancur.

Para peneliti di seluruh dunia berusaha memastikan apakah virus tersebut bermutasi dengan cara yang signifikan untuk menjadi lebih menular ketika menyebar melalui populasi manusia, meski menuai banyak kritikan.

Baca: Pakai Strategi Sederhana, 3 Negara di Asia Ini Berhasil Taklukkan Virus Corona, Bagaimana Caranya?

Baca: Bukan Wuhan China atau Amerika Serikat, Ahli Prediksi Tempat Ini Jadi Sarang Corona Terbesar Dunia

Baca: WHO Ungkap Gejala Baru Virus Corona: Kesulitan Bicara dan Bergerak, hingga Halusinasi

Dr Qiu mengatakan bahwa dokter juga memperhatikan bahwa pasien di klaster timur laut tampaknya mengalami kerusakan sebagian besar di paru-paru mereka.

Sementara pasien di Wuhan menderita kerusakan multi-organ di jantung, ginjal, dan usus.

Para pejabat meyakini klaster baru di negaranya berasal dari orang yang melakukan kontak dengan pendatang dari Rusia.

Kasus di Rusia

Menurut Dr Qiu, urutan genetik yang diteliti telah menunjukkan kecocokan antara kasus di timur laut dan yang terkait dengan Rusia.

Halaman
123


Penulis: Niken Nining Aninsi
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
BERITA TERKAIT

Berita Populer