Jepang Cabut Status Darurat Covid-19 di Tiga Daerah, Tokyo dan Hokkaido Masih Dipantau Pemerintah

Penulis: Ahmad Nur Rosikin
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dalam konferensi pers di Kantor Perdana Menteri Jepang mendeklarasikan 1 bulan masa darurat Covid-19 di Tokyo dan 6 daerah lainnya, Selasa (7/4/2020).

Selain itu, Hokkaido juga melakukan pelacakan siapa saja yang telah melakukan kontak dengan pasien positif Covid-19, seperti diberitakan BBC, Jumat (17/4/2020).

Kebijakan itu berhasil menekan angka penularan.

Status keadaan darurat dicabut pada 19 Maret.

Sementara itu, sekolah mulai dibuka pada awal April.

Akan tetapi, hanya 26 hari setelah keadaan darurat dicabut, Hokkaido harus memberlakukannya kembali.

Gelombang kedua Covid-19 menyebar di daerah itu.

Mengapa hal demikian bisa terjadi?

Ilustrasi suasana di Jepang - Orang-orang yang mengenakan masker wajah sebagai tindakan pencegahan terhadap coronavirus COVID-19 di jalan distrik perbelanjaan Ameya-Yokocho, yang terletak di sebelah Stasiun Ueno, di Tokyo pada 11 April 2020. Gubernur Tokyo Yuriko Koike mengatakan pada 10 April bahwa pemerintah metropolitan akan meminta banyak bisnis, termasuk klub malam, ruang karaoke, dan ruang pinball pachinko untuk menangguhkan operasi mulai 11 April karena keadaan darurat terkait epidemi coronavirus. (Kazuhiro NOGI / AFP)

Baca: Jepang Kewalahan Hadapi Covid-19, Wali Kota Osaka Sampai Minta Warga Sumbangkan Jas Hujan untuk APD

Hokkaido cukup mudah mengendalikan wabah karena mereka terserang di awal, sehingga masih bisa mengendalikan ketika angka belum begitu tinggi.

"Relatif mudah untuk menangani cluster, untuk melacak jejak dan mengisolasi," kata Profesor Kenji Shibuya dari King's College London.

"Pihak berwenang cukup sukses dalam pendekatan kontrol cluster mereka. Jepang berada pada fase paling awal dari wabah saat itu. Itu dilokalkan dan itu adalah kisah sukses."

Dalam hal ini, Hokkaido memiliki beberapa kesamaan dengan apa yang terjadi di kota Daegu, Korea Selatan.

Di sana, penyebaran wabah dilacak secara massif.

Mereka yang terinfeksi diisolasi dan angka penularan ditekan.

Tapi tindakan kedua dari Hokkaido jauh lebih tidak meyakinkan.

Setelah wabah Daegu, pemerintah Korea Selatan memulai program pengujian besar-besaran untuk mencoba dan melacak epidemi.

Jepang telah melakukan yang sebaliknya.

Bahkan sekarang, lebih dari tiga bulan setelah Jepang mencatat kasus pertama, masih hanya menguji sebagian kecil dari populasi.

Awalnya, pemerintah mengatakan hal itu itu karena pengujian skala besar adalah "pemborosan sumber daya".
Sekarang harus mengakui akan meningkatkan pengujian, meski beberapa alasan tampaknya akan membuat usaha itu tak begitu mudah.

Pertama, Kementerian Kesehatan Jepang khawatir rumah sakit akan kewalahan oleh orang yang dites positif, tetapi hanya memiliki gejala kecil.

Pada skala yang lebih luas, pengujian adalah tanggung jawab pusat kesehatan setempat dan bukan pada tingkat pemerintah nasional.

Halaman
123


Penulis: Ahmad Nur Rosikin
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
BERITA TERKAIT

Berita Populer