"Jadi paling dekat secara keseluruhan (perbedaan SARS-CoV-2) memang dengan kelelawar, tapi kalau dilihat pada spikenya lebih dekat dengan virus corona pada trenggiling," lanjutnya.
Pada studi-studi awal terkait virus corona penyebab Covid-19, para ahli mengatakan virus ini memiliki kemiripan dengan SARS-CoV penyebab SARS pada 2003.
Namun setelah diteliti lagi, spike pada SARS-CoV-2 dengan SARS-CoV memiliki perbedaan pengurutan gen yang sangat banyak.
"Jadi kalau misalnya saya merekayasa, membuat virus (SARS-CoV-2), kenapa saya harus mengubah titik-titik yang ada pada SARS-CoV-2. Justru yang ditemukan, setelah kita baca sekuensnya, itu sudah ada di alam, yaitu yang ada di coronavirus-nya trenggiling," kata Ahmad.
"Dan, titiknya itu random. Ada sekitar enam titik yang berubah dan memiliki asam amino yang beda banget," tambahnya.
Ahamd menjelaskan bahwa protein terdiri dari asam amino.
Asam amino sendiri ada yang sifatnya hidrofilik atau suka dengan air dan hidrofobik yang artinya tidak menyukai air.
Ketika para ilmuwan ingin mengubah suatu fungsi, peneliti tidak akan mengubah secara drastis.
"Tapi yang terjadi pada virus corona SARS-CoV-2, perubahannya cukup drastis. Bukan cuma satu atau dua (titik), tapi enam titik," kata Ahmad.
Dikatakan Ahmad, yang menarik dari virus corona SARS-CoV-2, semakin berubah titiknya, semakin kuat ikatannya.
"Sekali lagi, kalau kita ikutin logika manusia, ini enggak masuk akal. Kenapa kita harus mengubah di enam titik yang kesannya random. Enggak ada logikanya sama sekali. Selain itu, (perbedaan yang ada) justru dapat mengikat (ke sel manusia) lebih kuat," paparnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Alasan Mendasar Kenapa Virus Corona Covid-19 Bukan Buatan Manusia"