Pakar Ungkap Alasan Mendasar Virus Corona Berasal dari Alam, Bukan Buatan Manusia

Penulis: Febri Ady Prasetyo
Editor: Natalia Bulan Retno Palupi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi virus corona. Beberapa orang percaya virus corona buatan manusia. Namun, pakar memberi alasan virus corona bukan buatan manusia, melainkan ada secara alami.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Beberapa orang percaya teori konspirasi yang menyatakan bahwa virus corona penyebab Covid-19 adalah produk manusia.

Mereka masih percaya teori tersebut meski para ilmuwan dunia telah membantahnya.

Selain itu, para ilmuwan tersebut juga sudah memberi banyak bukti yang menunjukkan bahwa virus corona secara alami ada di alam.

Ini artinya, virus corona bukan buatan manusia, bukan buatan China, dan bukan buatan Amerika.

Virus corona diduga kuat berasal dari kelelawar, kemudian menular antar hewan, bermutasi dan dapat menular ke manusia, hingga akhirnya menyebar luas dan telah menginfeksi 5,2 juta orang di seluruh dunia.

Ahli biologi molekuler Indonesia, Ahmad Rusdan Handoyo Utomo, menjelaskan lebih lanjut bagaimana virus corona 100 persen berasal dari alam dan tak ada campur tangan manusia.

Perlu diketahui, ketika para ilmuwan ingin membuat atau merekayasa sesuatu, entah virus, hormon, bakteri, dan lain sebagainya, ilmuwan akan melihat yang ada di alam dan sangat teliti dalam melakukannya.

Sebagai contoh, ada ilmuwan yang ingin melakukan rekayasa insulin pada penyakit diabetes.

Maka peneliti akan mengambil insulin dari manusia, insulin tersebut disalin persis, dan diperbanyak.

Baca: Pakai Strategi Sederhana, 3 Negara di Asia Ini Berhasil Taklukkan Virus Corona, Bagaimana Caranya?

Baca: Bukan Wuhan China atau Amerika Serikat, Ahli Prediksi Tempat Ini Jadi Sarang Corona Terbesar Dunia

Ilustrasi virus Corona (Freepik)

Ketika sekuens dalam insulin tersebut sudah baik atau bagus, para peneliti tidak akan melakukan perubahan apa pun agar fungsinya tidak berubah.

"Kita tidak melakukan perubahan apa pun pada sekuens (insulin) karena sekuensnya sudah terbukti menyandi satu protein insulin yang bagus.

Ini tidak diubah, karena kalau diubah takutnya mengubah fungsi jadi jelek," kata Ahmad kepada Kompas.com, Rabu (20/5/2020).

Insulin adalah hormon alami yang diproduksi pankreas.

Ketika kita mengonsumsi sesuatu, pankreas akan melepaskan hormon insulin yang memungkinkan tubuh mengubah glukosa menjadi energi dan kemudian diedarkan ke seluruh tubuh.

Hal ini menunjukkan, penelitian yang dilakukan manusia cenderung sangat konservatif atau sangat terjaga.

"Pasti manusia menggunakan logika, jika dia ingin mengubah ini, itu," kata Ahmad.

Hal ini yang juga terjadi ketika para ilmuwan mempelajari lebih lanjut tentang virus corona.

Virus corona berasal dari alam

Sebelumnya, mari kita berkenalan dulu dengan virus corona.

Virus corona atau coronavirus (CoV) merupakan keluarga virus yang menaungi virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19, SARS-CoV penyebab wabah SARS pada 2003, dan MERS-CoV penyebab wabah MERS pada 2012.

Kata corona diambil dari bahasa Latin, yang berarti mahkota, diberikan nama itu karena bentuk virus corona menyerupai mahkota.

Perlu diketahui, virus adalah gumpalan infeksi kecil yang terdiri dari DNA atau RNA dan terbungkus dalam mantel protein.

Baca: Uji Coba Vaksin Corona Buatan AS ini Hasilkan Antibodi Pelindung, Berikan Secercah Harapan

Baca: Corona Belum Tuntas, Wabah Lain Mengintai, Emisi Karbon Berpotensi Jadi Pandemi Baru

Virus terlalu kecil untuk dilihat mikroskop cahaya tipikal.

Pada virus corona SARS-CoV-2 terdapat protein spike yang berbentuk seperti paku-paku yang menancap di permukaan virus.

Dilansir dari laman Farmasi UGM, protein spike pada virus corona memiliki afinitas ikatan yang kuat dengan ACE2 manusia.

Hal ini berdasarkan studi interaksi biokimia dan analisis struktur kristal.

ACE2, singkatan dari Angiotensin converting enzyme 2, adalah enzim yang menempel pada permukaan luar (membran) sel-sel di beberapa organ, seperti paru-paru, arteri, jantung, ginjal, dan usus.

"Spike proteinnya ini akan nempel ke sel manusia. Dan spike ini dianggap paling krusial, karena itulah yang dapat mengikat sel manusia," kata Ahmad.

SARS-CoV-2 mirip dengan virus corona pada kelelawar di Yunnan Virus corona untuk SARS-CoV-2 memiliki panjang 30.000 basa.

Ketika virus ini dilihat secara keseluruhan, kesamaannya dengan SARS hanya 80 persen.

"Jadi perbedaan (dengan SARS-CoV) cukup banyak, sekitar 20 persen," ungkapnya.

"Nah, yang terdekat itu (SARS-CoV-2) dengan genomnya coronavirus yang ditemukan pada kelelawar tapal kuda di Yunnan, China," ungkapnya.

"Ini horseshoe bat yang ditemukan di Yunnan ya. Bukan di Tomohon (Sulawesi Utara) atau Jogja. Sebab kasihan juga, kelelawar yang di Tomohon, Jogja katanya mau dibunuh, padahal inangnya beda," imbuhnya.

Ahmad menyampaikan bahwa setiap kelelawar memiliki inangnya masing-masing.

Baca: WHO Ungkap Gejala Baru Virus Corona: Kesulitan Bicara dan Bergerak, hingga Halusinasi

Baca: Para Ahli Akhirnya Temukan Rahasia Penyebab Virus Corona Menyebar dengan Cepat, Ternyata karena Ini

Beda habitat kelelawar, beda spesies kelelawar, juga dapat membedakan inang pada jenis virus corona yang terkandung di dalamnya.

Para peneliti menemukan bahwa kelelawar tapal kuda atau horseshoe bat yang ada di Yunnan, China memiliki kemiripan dengan SARS-CoV-2.

Ahmad mengungkap bahwa tingkat kesamaan virus corona pada kelelawar tapal kuda di Yunnan dengan SARS-CoV-2 adalah 96 persen.

"Perbedaan 4 persen (SARS-CoV-2 dengan virus corona di kelelawar yang ada di Yunnan) ini secara keseluruhan. Dengan kata lain, terdapat 1.200 titik yang berbeda (4 persen kali 30.000 jumlah basa SARS-CoV-2) secara keseluruhan," kata Ahmad.

"Tapi kalau dilihat secara spesifik pada gen spikenya (yang berbentuk paku) sendiri, ternyata perbedaan dengan virus corona dari kelelawar (Yunnan) lebih tinggi lagi. Justru yang lebih identik itu dengan virus corona yang ditemukan di trenggiling," ungkapnya.

Secara keseluruhan, perbedaan SARS-CoV-2 dengan virus corona di trenggiling memang agak jauh.

"Jadi paling dekat secara keseluruhan (perbedaan SARS-CoV-2) memang dengan kelelawar, tapi kalau dilihat pada spikenya lebih dekat dengan virus corona pada trenggiling," lanjutnya.

Pada studi-studi awal terkait virus corona penyebab Covid-19, para ahli mengatakan virus ini memiliki kemiripan dengan SARS-CoV penyebab SARS pada 2003.

Namun setelah diteliti lagi, spike pada SARS-CoV-2 dengan SARS-CoV memiliki perbedaan pengurutan gen yang sangat banyak.

 "Jadi kalau misalnya saya merekayasa, membuat virus (SARS-CoV-2), kenapa saya harus mengubah titik-titik yang ada pada SARS-CoV-2. Justru yang ditemukan, setelah kita baca sekuensnya, itu sudah ada di alam, yaitu yang ada di coronavirus-nya trenggiling," kata Ahmad.

"Dan, titiknya itu random. Ada sekitar enam titik yang berubah dan memiliki asam amino yang beda banget," tambahnya.

Ahamd menjelaskan bahwa protein terdiri dari asam amino.

Asam amino sendiri ada yang sifatnya hidrofilik atau suka dengan air dan hidrofobik yang artinya tidak menyukai air.

Ketika para ilmuwan ingin mengubah suatu fungsi, peneliti tidak akan mengubah secara drastis.

"Tapi yang terjadi pada virus corona SARS-CoV-2, perubahannya cukup drastis. Bukan cuma satu atau dua (titik), tapi enam titik," kata Ahmad.

Dikatakan Ahmad, yang menarik dari virus corona SARS-CoV-2, semakin berubah titiknya, semakin kuat ikatannya.

"Sekali lagi, kalau kita ikutin logika manusia, ini enggak masuk akal. Kenapa kita harus mengubah di enam titik yang kesannya random. Enggak ada logikanya sama sekali. Selain itu, (perbedaan yang ada) justru dapat mengikat (ke sel manusia) lebih kuat," paparnya.

(TribunnewsWiki/Gloria Setyvani Putri/Kompas/Gloria Setyvani Putri)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Alasan Mendasar Kenapa Virus Corona Covid-19 Bukan Buatan Manusia"



Penulis: Febri Ady Prasetyo
Editor: Natalia Bulan Retno Palupi
BERITA TERKAIT

Berita Populer