Penarikan pajak tersebut dilakukan melalui bea cukai.
Sedangkan, barang yang dijual oleh perusahaan OTT adalah konten yang berjalan melalui jaringan internet.
Mereka pun tidak bisa dikenakan Pajak Penghasilan (PPH) karena belum memiliki Badan Usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama mengatakan bahwa belum ada hukum atau regulasi resmi terkait pemungutan pajak untuk perusahaan OTT.
Baca: Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
Baca: Spotify
Dikutip dari Kompas.com, pemerintah saat ini sedang gencar memburu pajak untuk perusahaan OTT ini melalui Omnimbus Law.
Melalui Omnimbus Law ini, pemerintah akan memasukkan aturan pungutan Pajak Pertambahan Nilai untuk perusahaan, barang dan jasa dari luar negeri yang menjalankan bisnis di Indonesia.
Selain PPN, PPH dalam Omnimbus Law juga akan mengalami perubahan untuk Badan Usaha Tetap (BUT).
Pajak Penghasilan (PPH) hanya bisa ditarik oleh pemerintah saat perusahaan sudah menjadi BUT, tetapi BUT juga harus memiliki kantor fisik di Indonesia.
Jika perusahaan OTT tidak memiliki kantor fisik, maka perusahaan tersebut tetap tidak bisa ditarik pajak PPH.
Baca: Sempat Berseteru dengan Kominfo, Netflix Kini Kerja Sama dengan Kemendikbud, Ini Tanggapan Nadiem
Baca: Muncul Petisi #KPIJanganUrusinNetflix, Begini Tanggapan KPI
Saat ini, Omnimbus Law baru diajukan kepada DPR, namun sudah menjadi program legislami nasional prioritas (prolegnas 2020).
Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate mengatakan bahwa Netflix harus memenuhi kewajiban membayar pajak saat aturannya sudah disahkan.
Ia berharap Omnimbus Law dapat segera terselesaikan pada kuartal pertama tahun 2020.
Beberapa perusahaan OTT yang ada di Indonesia diantaranya Google, Spotify, Netflix, Twitter, Viber dan Youtube.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sah, Sri Mulyani Bakal Pajaki Amazon hingga Netflix Mulai 1 Juli ".