Perizinan PSBB untuk Daerah Terlalu Rumit, Komnas HAM Mengkritik Kebijakan Pemerintah Pusat

Penulis: Haris Chaebar
Editor: Melia Istighfaroh
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Keramaian penumpang KRL commuter line di peron Stasiun Duri, Jakarta Barat, Kamis (17/8/2017).(KOMPAS.com / ANDRI DONNAL PUTERA)

Muduk Tidak Dilarang, Ancaman Bagi Sektor Pertanian

Selain PSBB yang masih berbelit-belit, pemerintah pusat juga terlalu lunak dalam membuat keputusan terkait pelarangan mudik.

Meski sektor pertanian sangat krusial bagi keberlangsungan hidup masyarakat selama masa pandemi, nyatanya proteksi untuk sektor tersebut belum lah dilakukan secara maksimal oleh pemerintah.

Tidak adanya larangan mudik bagi para perantau dari Jabodetabek atau zona merah Covid-19 menuju daerah asalnya, tentu akan berdampak signifikan, mengingat jikalau daerah yang selama ini menjadi penyangga ketersediaan stok pangan perkotaan pun ikut terjangkit infeksi virus Corona.

Baca: Nekat Mudik ke Yogyakarta, Siap-siap Hadapi Sederet Peraturan Rumit Berikut Ini

Menurut Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, pemerintah masih terlalu menggunakan orientasi ekonomi dalam mengambil kebijakan terkait mudik Lebaran.

Hal ini tidak sesuai dengan protokol kesehatan yang telah disusun selama ini.

Pemudik kendaraan pribadi melintas di jalur Alas Roban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Kamis (22/6/2017). Jalur mudik Alas Roban terpantau ramai lancar dan belum terlihat penumpukan arus pemudik yang melewati jalur Pantai Utara (Pantura).(KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG) (KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)

Sebagai contoh, Juru Bicara Pemerintah tentang Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto dalam setiap kesempatan selalu menyampaikan agar masyarakat menghindari melakukan perjalanan mudik karena dikhawatirkan mereka akan menjadi carrier virus corona yang justru akan mengancam keluarga di daerah yang rentan, seperti orang tua maupun mereka yang memiliki imunitas rendah.

"Jika pemerintah memaksakan mudik Lebaran sekalipun dengan istilah pengendalian ketat, maka hal itu akan berisiko tinggi, yakni episentrum virus corona akan menyebar dan berpindah ke daerah," kata Tulus dalam keterangan tertulis.

Pemerintah, imbuh dia, seharusnya dapat memiliki pertimbangan jangka panjang, apabila masyarakat di daerah atau desa yang tidak memiliki fasilitas kesehatan yang memadai terinfeksi Covid-19.

Sebagai contoh, bila ada petani atau peternak yang terinfeksi, maka hal itu dapat memengaruhi pasokan logistik ke daerah urban.

Baca: Kementerian Pertanian Jamin Stok Daging Aman, Sebut Petani sebagai Pejuang di Masa Pandemi Corona

Padahal, saat ini tidak sedikit daerah urban yang memiliki banyak kasus positif Covid-19 dan menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Masyarakat di daerah urban atau perkotaan, imbuh Tulus, membutuhkan pasokan logistik yang lancar dari petani dan peternak di daerah.

Ilustrasi mudik dan pertanian di Indonesia. (kolase tribunnews.com)

Ketika para petani dan peternak di daerah pedesaan ikut tumbang akibat virus corona yang dibawa perantau, maka ketahanan pangan di zona urban atau perkotaan pun dalam ancaman

"Siapa yang akan memasok logistik, jika petani tumbang karena terinfeksi virus corona oleh para pemudik?" tegas Tulus.

Baca: Pemerintah Tak Larang Mudik, YLKI: Jika Daerah Ikut Terinfeksi Corona, Siapa Pasok Logistik ke Kota?

Selain itu, ia meragukan kemampuan aparat dalam mengawal kebijakan pembatasan yang akan diterapkan nantinya.

"Yang terjadi di lapangan, polisi akan kompromistis alias membiarkan pemudik motor berpenumpang dua orang atau lebih untuk jalan terus ke kampung halamannya."

"Tidak tega jika suruh balik lagi ke Jakarta, juga untuk roda empat sekalipun," ujarnya.

(Tribunnewswiki.com/Ris)

Artikel ini sudah tayang di Kompas.com dengan judul "Komnas HAM Minta Aturan Pengajuan PSBB Dievaluasi, Jangan Tunggu Penyebaran Covid-19 Makin Masif".



Penulis: Haris Chaebar
Editor: Melia Istighfaroh
BERITA TERKAIT

Berita Populer