Untuk kemudian hilang digilas jaman.
Sejarah mencatat, hilangnya pabrik rokok Tjap Bal Tiga, justru pada sisi lain terjadi pertumbuhan pesat perusahaan rokok.
Terutama di daerah Jawa Tengah (Kudus) dan Jawa Timur (Surabaya, Malang, Kediri).
Pada awal mula perusahaan rokok itu – seperti juga dengan pabrik rokok milik Nitisemito - tidak fokus pada merek. erek diambil ala kadarnya. Karena mayoritas berasal dari Jateng dan Jatim, merek-mereknya sangat lokal dari daerah itu.
Seperti misal Djarum, Gudang Garam, Bentoel, Sampoerna, Sukun, Minak Djinggo, Jambu Bol, Pompa, Kerbau, dan Sintren.
Baca: Benarkah Cuaca Panas dan Sinar Matahari di Indonesia Bisa Cegah Virus Corona? Ini Penjelasan WHO
Baca: Afrika Jadi Benua Paling Minim Kasus Virus Corona, Ternyata Inilah Cara Mereka Perangi Covid-19
Perusahaan rokok – dan juga perusahaan lain di Indonesia – pada awal mula hanya fokus pada dua hal: produk dan produksi.
Produk berkaitan dengan barang yang dihasilkan.
Untuk konteks rokok, maka produk yang dihasilkan mayoritas adalah rokok kretek.
Hal demikian selaras dengan produk dari pabrik Tjap Bal Tiga yang mana Nitisemito bersama istrinya sebagai penemu rokok kretek.
Pabrik-pabrik rokok tersebut menjaga kualitas yang dihasilkan agar rokok tetap dikonsumsi pelanggannya.
Pun dengan rokok yang berkualitas, akan mudah untuk mendapatkan pelanggan baru.
Produksi berkelindan dengan keberlangsungan produk rokok yang dihasilkan.
Intinya perusahaan menjaga agar proses pembuatan rokok berkelanjutan sehingga stok rokok di pasar tidak pernah kosong.
Pun jika terjadi lonjakan permintaan, proses produksi pada setiap pabrik terjamin.
Gabungan antara produk yang berkualitas dan produksi yang berkesinambungan menjadikan pabrik rokok dapat menciptakan varian-varian baru.
Lalu terjadi perubahan zaman.
Terjadi pula perubahan perilaku konsumen.
Ditambah dengan persaingan antar produk rokok yang semakin sengit.
Tidak hanya antar perusahaan lokal, namun juga rokok impor gencar masuk ke pasar Indonesia.
Produk dan produksi tidak cukup.