Jokowi Akui Sembunyikan Sejumlah Informasi tentang Virus Corona, Ini Alasannya

Penulis: Amy Happy Setyawan
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo bersama Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto umumkan kasus pertama positif virus Corona di Indonesia, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/3/20)

Lebih lanjut, menurut Arif, masyarakat membutuhkan informasi yang jelas tentang tempat yang disinghai pasien positif virus corona.

Dengan begitu, masyarakat dapat menentukan sendiri apakah akan tetap ke tempat tersebut atau tidak.

Baca: 2 Pasien Positif Virus Corona yang Dinyatakan Sembuh Akan Tetap Diawasi Dinas Kesehatan

Baca: Satu Pasien Meninggal Dunia di RSUD Moewardi Surakarta Positif Terinfeksi Virus Corona

Riwayat perjalanan pasien positif Covid-19 juga akan menjadi panduan bagi masyarakat untuk memproteksi dirinya sendiri.

Misalnya, riwayat perjalanan pasien positif Covid-19 menunjukkan pernah ke tempat A.

Kemudian, berdasarkan informasi tersebut masyaralat dapat mengantisipasinya.

Bisa memilih tidak pergi ke tempat itu, bisa pula tetap pergi ke tempat A dengan melengkapi diri dengan alat proteksi.

Arif menyebut, justru hal yang tak boleh diungkap oleh pemerintah adalah identitas pasien.

"Kenapa? Karena pelarangannya bersifat absolut, di undang undang (KIP), tidak boleh dibuka kecuali atas izin yang bersangkutan," ujar Arif.

Kritik terhadap penanganan virus corona yang dilakukan pemerintah

Di sisi lain, koalisi masyarakat sipil juga mengkritik pemerintah terkait caranya dalam menangani pandemi Covid-19.

Koalisi yang terdiri atas sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) seperti Migrant Care, Lokataru, Kontras dan YLBHI ini mendesak agar pemerintah memperbaiki cara dalam menangani wabah virus corona.

Menurut Koordinator Kontras Yati Andriyani, cara pemerintah memberikan informasi terkait keberadaan penyakit ini jauh dari memenuhi hak-hak konstitusional masyarakat.

"Komunikasi publik pemerintah memang bisa mencegah kepanikan, tapi tidak bisa memberikan keamanan dan perlindungan atas ancaman yang nyata," kata Yati kepada Kompas.com, Jumat (13/3/2020).

Menurutnya, pemerintah justru terlihat gagap dalam menghadapi ancaman virus yang berasal dari Kota Wuhan, China ini.

Salah satunya adalah saat pemerintah justru terkesan membatasi ancaman dan perkembangan penyebaran Covid-19 di Indonesia.

Baca: Sempat Jadi Misteri, Pemerintah Akhirnya Ungkap Asal Mula Pasien Kasus 27 Tertular Virus Corona

Baca: Coronavirus Ditetapkan Sebagai Pandemi Global oleh WHO, Apa Artinya?

Pemerintah justru lebih sibuk menyerukan ancaman hoaks.

Namun, pada saat yang sama tidak disertai dengan upaya untuk membangun komunikasi dan informasi publik yang terpercaya dan komprehensif.

"Ini terlihat dari minimnya informasi mengenai daampak virus ini terhadap pasien dan lokasi-lokasi penularannya. Kebijakan ini sangat bertolak belakang dengan praktik di negara lain yang sama-sama sedang menanggulangi COVID-19," kata dia.

Yati pun mencontohkan langkah yang dilakukan pemerintah Korea Selatan yang selalu memberikan informasi terkait perkembangan kasus corona di wilayahnya.

"Pemerintah Korea Selatan misalnya, secara berkala menyiarkan bukan hanya kasus tetapi juga lokasi dari ditemukannya kasus. Informasi yang terang, disertasi dengan kepekaan untuk mencegah kepanikan dan stigma terbukti sangat bermanfaat untuk membangun kewaspadaan dan mekanisme kehati-hatian publik," imbuh Yati.

Ketertutupan informasi, menurut Yati, justru akan memberikan sinyal dan arah yang keliru untuk publik, menurunkan kewaspadaan yang bisa berakibat pada perluasan penularan wabah.

(Tribunnewswiki.com/Ami Heppy, Kompas.com/Ihsanuddin/Dani Prabowo)



Penulis: Amy Happy Setyawan
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
BERITA TERKAIT

Berita Populer