Menurut dia, proses penginputan data yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan sangat berbeda dengan dinas atau badan lain.
Kata dia, yang menginput data kebutuhan sekolah ada para guru atau tenaga tata usaha (TU) yang ada di sekolah.
Sementara, jumlah sekolah itu sendiri mencapai 2.100 unit di DKI. Artinya, dinas memerlukan waktu yang lebih lapang lagi untuk menginput data kebutuhan anggaran.
“Ini data sementara dan nanti akan disesuaikan dengan data hasil input dari sekolah."
"Kalau SKPD kan hanya 700 nih, jadi lebih cepat, sedangkan sekolah ada 2.100 sekolah yang input,” terangnya.
“Kalau SKPD kan para Kasubag Keuangannya yang input, sedangkan sekolah yang input pihak guru atau kepala sekolah. Karena itu memang dibutuhkan waktu,” jelasnya.
Meski demikian, kata dia, bukan berarti pembelian lem Aibon tidak dianggarkan pemerintah.
Bisa saja pembelian lem dilakukan karena bagian dari komponen belanja ATK.
“Saya tidak bilang tidak ada, tapi kalaupun ada angkanya tidak sebesar itu (Rp 82,8 miliar),” ucapnya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan lantas memaparkan rancangan KUA PPAS serta Rancangan Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tahun anggaran 2020.
Paparan Anies Baswedan dipublikasikan Dinas Komunikasi dan Informatika DKI Jakarta, lewat video yang diunggah di channel YouTube Pemprov DKI Jakarta, Selasa (29/10/2019).
Dalam paparan di Balai Kota DKI Jakarta pada 23 Oktober 2019, Anies Baswedan menjabarkan ada 12 usulan pengadaan Alat Tulis Kantor (ATK) dalam KUA PPAS 2020 yang dianggap tidak lazim.
Rinciannya:
- Pulpen: Rp 635 miliar;
- Tinta printer: Rp 407,1 miliar;
- Kertas ukuran F4, A4, dan Folio: Rp 213,3 miliar;
- Buku folio: Rp 79,1 miliar;
- Pita printer: Rp 43,2 miliar;
- Balliner: Rp 39,7 miliar;
- Kalkulator: Rp 31,7 miliar;