Sistem tersebut akan mengurangi getaran yang disebabkan oleh angin atau gempa bumi pada bangunan Tokyo Skytree.
Mekanisme kedua adalah berupa sistem yang dibangun untuk menghadapi angin dan gempa bumi.
Sistem tersebut berasal dari kolom inti menara yang ditempatkan sebuah silinder beton bertulang selebar 8 meter dengan ketebalan maksimum 60 sentimeter dan ketinggian 375 meter.
Sistem tersebut terhubung ke rangka baja luar menara dan terhubung ke cairan minyak peredam yang membantu menekan getaran melalui kolom yang disebabkan oleh angin atau gempa bumi.
Menurut dokumen desain struktural, sistem tersebut dapat mengurangi akselerasi gempa hingga 50 persen dan terpaan angin hingga 30 persen.
Untuk memprediksi kekuatan yang akan terjadi di puncak Tokyo Skytree, sang arsitek memasang balon cuaca untuk mengumpulkan data kecepatan angin.
Data tersebut digunakan untuk memastikan menara agar tidak melampaui standar keamanan bangunan oleh pemerintah Jepang.
Sehingga banguanan dapat benar-benar dapat bertahan dari kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa dan topan raksasa yang diperkirakan akan terjadi setiap 1.350 tahun sekali.
Dengan sistem dan rancangan yang telah dibangun tersebut, Tokyo Skytree diharapkan akan bertahan dengan menjadi 'lentur' ketika bencana alam besar melanda sekitar bangunan.
Bahkan Tokyo Skytree dimungkinkan dapat terus beroperasi bahkan ketika dilanda bencana angin topan yang diperkirakan terjadi setiap 2.000 tahun sekali.
Menara Tokyo Skytree juga diharapkan mampu menahan gempa berkekuatan 7,3 Magnitudo di sekitar bangunan.