Tokyo Skytree, Menara Setinggi 634 Meter Masih Bertahan Hadapi Typhoon Hagibis, Bagaimana Bisa?

Penulis: Maghita Primastya Handayani
Editor: Fathul Amanah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tokyo Skytree, menara tertinggi dunia di Tokyo, diperkirakan bertahan dari ancaman Typhoon Hagibis.

TRIBUNNESWIKI.COM - Negara Matahari Terbit, Jepang dilanda bencana badai topan raksasa yang disebut Typhoon Hagibis.

Badan Meteorologi Jepang beberapa waktu lalu menyatakan bahwa Typhoon Hagibis memiliki kekuatan serupa topan Kanogawa yang melanda Prefektur Shizouka dan wilayah Tokyo pada 1958.

Pada kejadian di Kanagawa tersebut badai topan telah menewaskan lebih dari 1.200 orang.

Typhoon Hagibis diperkirakan akan melintas langsung di atas wilayah Ibu Kota Jepang, Tokyo.

Penduduk berkumpul di pusat evakuasi yang dibuka dalam persiapan untuk Typhoon Hagibis yang kuat pada 11 Oktober 2019, di kota Chiba, Tateyama, sebelah timur Tokyo, yang dirusak oleh Topan Faxai pada bulan September. (Mainichi / Koichiro Tezuka) (Mainichi / Koichiro Tezuka)

Dilansir Tribunnewswiki.com, otoritas setempat menghentikan segala aktifitas seperti transportasi baik kereta, kereta peluru atau shinkansen, hingga pesawat terbang.

Para turis asing turut diperingatkan untuk selalu memperhatikan informasi cuaca melalui akun Twitter resmi pemerintah seperti 'Japan National Tourism Organization'.

Menteri Kehakiman Jepang juga mendesak agar seluruh turis mengunduh aplikasi 'Safety Tips' yang disediakan oleh Dinas Pariwisata.

Akibat Typhoon Hagibis, pertandingan Piala Dunia Rugby antara Selandia Baru dengan Italia, dan Inggris dengan Prancis dibatalkan.

Baca: Tak Hanya Typhoon Hagibis, Jepang juga Diguncang Gempa 5,7 SR serta Bencana Banjir dan Longsor

Baca: Typhoon Hagibis Diperkirakan Landa Jepang, Kereta Api dan Seluruh Penerbangan Dihentikan Sementara

Tokyo Skytree

Meskipun kini beberapa wilayah di Jepang porak poranda dengan adanya Typhoon Hagibis, bangunan tertinggi dunia, Tokyo Skytree dilaporkan dan diperkirakan masih berdiri kokoh.

Tokyo Skytree adalah objek wisata, observasi dan menara penyiaran yang berlokasi di Sumida Ward Tokyo.

Berdasarkan pantauan Trinunnewswiki dalam laman resmi Tokyo Skytree, tempat tersebut ditutup untuk umum hingga 13 Oktober 2019 mendatang karena Typhoon Hagibis.

Pengelola juga menuliskan informasi bahwa perubahan jadwal dimungkinkan terjadi tergantung dengan kondisi cuaca Jepang.

Dikutip dari japantimes.co.jp, meskipun Jepang kini sedang dilanda kepanikan dan kerusakan akibat Typhoon Hagibis, hal tersebut tidak akan terjadi pada Tokyo Skytree.

Menara setinggi 634 meter yang selesai dibangun pada 2011 tersebut menjadi struktur tertinggi di Jepang sekaligus tertinggi di dunia.

Tokyo Skytree dirancang oleh arsitektur Nikken Sekkei dan dibangun untuk bertahan dari kondisi Jepang yang rawan bencana alam, terutama ancaman gempa bumi dan topan.

Baca: Hari Ini dalam Sejarah: Shinkansen (Kereta Peluru Jepang) Resmi Beroperasi Pada 1964

Baca: Topan Hagibis Melanda Jepang, Piala Dunia Rugby dan Grand Prix F1 Jepang Ditunda

Untuk memastikan hal tersebut Tokyo Skytree menggunakan dua bentuk sistem kontrol getaran.

Di puncaknya, Tokyo Skytree memiliki dua sistem tuned mass damper (TMD) yang dipasang oleh Mitsubishi Heavy Industries.

Sebuah TMD diletakkan di ketinggian 625 meter dengan berat 25 ton dan lainnya diletakkan pada ketinggian 620 meter dengan berat 40 ton.

Kedua TMD tersebut bersama-sama akan bertindak sebagai pendulum peredam ketika menara bergetar.

Sistem tersebut akan mengurangi getaran yang disebabkan oleh angin atau gempa bumi pada bangunan Tokyo Skytree.

Mekanisme kedua adalah berupa sistem yang dibangun untuk menghadapi angin dan gempa bumi.

Sistem tersebut berasal dari kolom inti menara yang ditempatkan sebuah silinder beton bertulang selebar 8 meter dengan ketebalan maksimum 60 sentimeter dan ketinggian 375 meter.

Sistem tersebut terhubung ke rangka baja luar menara dan terhubung ke cairan minyak peredam yang membantu menekan getaran melalui kolom yang disebabkan oleh angin atau gempa bumi.

Tokyo Skytree ketika dibangun pada Agustus 2010 (disaster.japantimes.co.jp)

Menurut dokumen desain struktural, sistem tersebut dapat mengurangi akselerasi gempa hingga 50 persen dan terpaan angin hingga 30 persen.

Untuk memprediksi kekuatan yang akan terjadi di puncak Tokyo Skytree, sang arsitek memasang balon cuaca untuk mengumpulkan data kecepatan angin.

Data tersebut digunakan untuk memastikan menara agar tidak melampaui standar keamanan bangunan oleh pemerintah Jepang.

Sehingga banguanan dapat benar-benar dapat bertahan dari kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa dan topan raksasa yang diperkirakan akan terjadi setiap 1.350 tahun sekali.

Dengan sistem dan rancangan yang telah dibangun tersebut, Tokyo Skytree diharapkan akan bertahan dengan menjadi 'lentur' ketika bencana alam besar melanda sekitar bangunan.

Bahkan Tokyo Skytree dimungkinkan dapat terus beroperasi bahkan ketika dilanda bencana angin topan yang diperkirakan terjadi setiap 2.000 tahun sekali.

Menara Tokyo Skytree juga diharapkan mampu menahan gempa berkekuatan 7,3 Magnitudo di sekitar bangunan.

Kerusakan yang disebabkan oleh Typhoon Hagibis terlihat di Ichihara, Prefektur Chiba, pada 12 Oktober 2019. (Mainichi / Koichiro Tezuka) (Mainichi / Koichiro Tezuka)

(TRIBUNNEWSWIKI/Magi)



Penulis: Maghita Primastya Handayani
Editor: Fathul Amanah
BERITA TERKAIT

Berita Populer