Para ilmuwan meyakini bahwa PBA dapat terjadi akibat kerusakan pada korteks prefrontal atau area otak yang membantu mengendalikan emosi.
Selain itu, PBA juga bisa terjadi karena perubahan bahan kimia otak yang terkait dengan depresi dan hipermood (mania).
Cidera atau penyakit yang dapat mempengaruhi otak juga bisa menjadi pemicu PBA.
Bahkan, ada sekitar setengah dari orang yang terserang stroke mengalami PBA.
Serta, kondisi penyakit atau kelainan di otak seperti tumor otak, demensia, sklerosis multiple (MS), amyotrophic lateral sclerosis (ALS), dan penyakit parkinson dapat dikaitkan dengan PBA tersebut.
Pada penderita PBA, dokter biasanya meresepkan anti-depresan untuk mengendalikan gejala PBA, tetapi hal itu tidak selalu bekerja dengan baik.
Pada 2010, Badan Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat (FDA) menyetujui pemberian dextromethorphan atau quinidine (Nuedexta) sebagai bagian dari terapi obat lini pertama untuk PBA.
Menurut penelitiannya, kedua obat ini dapat membantu mengontrol ledakan tertawa dan menangis pada orang dengan sklerosis ganda dan Amyotrophic lateral sclerosis (ALS).
Hidup dengan kondisi PBA tentu bukanlah hal yang mudah.
Namun, ada beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk mengurangi kecemasan akibat PBA.
Berikut adalah rekomendasi dari National Stroke Association:
- Berbicaralah dengan orang-orang di sekitar Anda tentang PBA, kepada keluarga Anda dan orang terkait. Hal itu akan membantu mencegah rasa terkejut atau bingung ketika gejala PBA itu muncul.
- Anda bisa mencoba untuk mengurangi kemungkinan munculnya gejala PBA dengan mengubah posisi duduk atau berdiri ketika ledakan emosi mulai terasa. Lalu, bernapaslah perlahan dan dalam. Terus lakukan hal ini sampai Anda merasa bisa memegang kendali atas diri Anda sendiri.
- Lakukan relaksasi karena kemunculan gejala PBA bisa membuat Anda emosional dan otot tegang. Selalu lakukan relaksasi pada otot bahu dan dahi setelah gejala PBA berakhir.