Tertawa saat Sedih seperti Karakter Joker, adalah Jenis Gangguan Jiwa, Kenali Gejalanya

Penulis: Abdurrahman Al Farid
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Orang Tua Diperingatkan Joker Bukanlah Tontonan untuk Anak-anak

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Film Joker (2019) yang baru saja dirilis pekan lalu memang menghebohkan publik.

Hal tersebut lantaran banyak orang yang menyebut bahwa film Joker (2019) mengandung banyak pesan.

Warganet juga memberikan respon positif tentang film tersebut.

Namun ternyata ada satu hal yang digambarkan oleh karakter dalam film Joker tersebut.

Karakter Arthur yang merupakan tokoh utama film ini digambarkan memiliki kondisi yang membuatnya tertawa saat sedih.

Banyak penonton yang lantas bertanya-tanya, apakah kondisi tersebut memang ada atau hanya sekadar fiksi?

Baca: Jelang Pemutarannya, Film Joker Dikhawatirkan Mengancam Keamanan di Amerika Serikat

Baca: Orang Tua Diperingatkan Film Joker Bukanlah Tontonan untuk Anak-anak

Dikutip dari Kompas.com, kondisi tertawa saat sedih ternyata merupakan gejala gangguan kejiawaan.

Gangguan tersebut disebut dengan pseudobulbar affect (PBA) yang dideskripsikan bahwa seseorang tidak dapat merasakan dan juga mengontrol emosi sesuai dengan situasi yang dihadapinya.

Di Amerika Serikat, jumlah penderita PBA ini mencapai 1 juta orang.

Mereka tertawa dan menangis secara tiba-tiba, tidak terkendali dan seringkali pada waktu yang salah.

Respons yang terjadi ini bukan karena suasana hati atau mood yang berubah-ubah, melainkan karena adanya gangguan sistem saraf.

PBA juga disebut dengan inkontinensia emosional, labilitas emosional, menangis tanpa sadar, tertawa dan menangis secara patologis.

Joker (2019) (imdb.com)

Gejala

Berikut gejala yang sering dialami oleh orang yang memiliki PBA :

  • Tiba-tiba menangis atau tertawa dengan sangat kuat tanpa bisa dikendalikan.
  • Menangis atau tertawa pada situasi yang tidak tepat.
  • Misalnya seperti Joker yang akan tertawa keras pada saat stres ataupun sedih; atau malah sebaliknya, Anda menangis tanpa terkendali saat situasi sedang diliputi kegembiraan atau kebahagiaan.
  • Ekspresi tertawa dan menangis tanpa terkendali itu berlangsung lebih lama dari yang diharapkan.
  • Ledakan frustasi dan kemarahan, serta ekspresi wajah yang tidak cocok dengan emosi.
  • Ledakan ekspresi semacam tersebut terjadi beberapa kali sehari ataupun beberapa kali dalam sebulan.

Gejala-gejala tersebut tidaklah terkait dengan suasana hati.

Dengan kata lain, Anda mungkin merasa bahagia, tetapi mulai menangis dan tidak bisa berhenti; atau Anda bisa merasa sedih tetapi mulai tertawa ketika tidak seharusnya.

Lalu, Anda mungkin hanya mengalami salah salah satu dari gejala tersebut, dan tidak secara keseluruhan.

Beberapa orang juga mengatakan bahwa gejalanya muncul begitu cepat, seperti kejang.

Selain itu, PBA sangat mudah untuk dikira gejala orang yang mengalami depresi atau gangguan bipolar, meskipun sebenarnya berbeda.

Baca: Atasi Stres dengan Gunakan Metode Relaksasi Diri

Baca: Mengalami Stres ataupun Depresi? Simak Gejala dan Perbedaannya

Penyebab

Para ilmuwan meyakini bahwa PBA dapat terjadi akibat kerusakan pada korteks prefrontal atau area otak yang membantu mengendalikan emosi.

Selain itu, PBA juga bisa terjadi karena perubahan bahan kimia otak yang terkait dengan depresi dan hipermood (mania).

Cidera atau penyakit yang dapat mempengaruhi otak juga bisa menjadi pemicu PBA.

Bahkan, ada sekitar setengah dari orang yang terserang stroke mengalami PBA.

Serta, kondisi penyakit atau kelainan di otak seperti tumor otak, demensia, sklerosis multiple (MS), amyotrophic lateral sclerosis (ALS), dan penyakit parkinson dapat dikaitkan dengan PBA tersebut.

Ilustrasi stres (Auzi Amazia) (Kompas.com)

Pengobatan

Pada penderita PBA, dokter biasanya meresepkan anti-depresan untuk mengendalikan gejala PBA, tetapi hal itu tidak selalu bekerja dengan baik.

Pada 2010, Badan Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat (FDA) menyetujui pemberian dextromethorphan atau quinidine (Nuedexta) sebagai bagian dari terapi obat lini pertama untuk PBA.

Menurut penelitiannya, kedua obat ini dapat membantu mengontrol ledakan tertawa dan menangis pada orang dengan sklerosis ganda dan Amyotrophic lateral sclerosis (ALS).

Hidup bersama PBA

Hidup dengan kondisi PBA tentu bukanlah hal yang mudah.

Namun, ada beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk mengurangi kecemasan akibat PBA.

Berikut adalah rekomendasi dari National Stroke Association:

  • Berbicaralah dengan orang-orang di sekitar Anda tentang PBA, kepada keluarga Anda dan orang terkait. Hal itu akan membantu mencegah rasa terkejut atau bingung ketika gejala PBA itu muncul.
  • Anda bisa mencoba untuk mengurangi kemungkinan munculnya gejala PBA dengan mengubah posisi duduk atau berdiri ketika ledakan emosi mulai terasa. Lalu, bernapaslah perlahan dan dalam. Terus lakukan hal ini sampai Anda merasa bisa memegang kendali atas diri Anda sendiri.
  • Lakukan relaksasi karena kemunculan gejala PBA bisa membuat Anda emosional dan otot tegang. Selalu lakukan relaksasi pada otot bahu dan dahi setelah gejala PBA berakhir.

 (TRIBUNNEWSWIKI.COM/ Abdurrahman Al Farid)



Penulis: Abdurrahman Al Farid
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
BERITA TERKAIT

Berita Populer