Mengenang Sosok Soe Hok Gie, Aktivis yang Mati Muda di Puncak Semeru

Penulis: Widi Pradana Riswan Hermawan
Editor: Fathul Amanah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Soe Hok Gie

Perjalanan terus dilanjutkan, di Recopodo mereka membentangkan ponco untuk jadi tempat perlindungan, meninggalkan tas dan tenda.

Mereka membawa minuman untuk bekal menuju puncak.

Rombongan dibagi menjadi dua kelompok.

Aristides, Hok Gie, Rudy Badil, Maman, Wiwiek dan Freddy, sedangkan Herman bersama Idhan.

Sampai di Puncak Mahameru jelang sore, tenaga mereka sudah habis.

Hok Gie menunggu Herman yang tertinggal di belakang.

Tiba-tiba rekan satu lagi Maman, mulai meracau.

Akhirnya Aristides dan Freddy bahu membahu membawa Maman kembali ke shelter.

Baca: Budiman Sudjatmiko Nilai Jika Referendum Dipaksakan, Indonesia akan Hadapi Balkanisasi

Sebelum Badil turun, Hok Gie menitipkan batu dan daun cemara untuk diberikan kepada teman-teman perempuan yang dekat dengannya.

Ia juga menitipkan kamera Aristides.

Herman dan Idhan akhirnya tiba di Puncak Mahameru.

Sesampainya di sana, Hok Gie sedang dalam kondisi duduk dan kemudian Idham ikut duduk, tetapi Herman tetap berdiri.

Karena duduk itu, menurut Herman, Hok Gie dan Idhan menghirup gas beracun yang massanya lebih berat dari oksigen.

Herman bercerita kondisi Hok Gie sudah sangat lemas.

"Tahu-tahu dia enggak ngomong, menggelepar," jelas Herman.

Hok Gie meninggal di gunung tertinggi Pulau Jawa karena menghirup gas beracun, beberapa jam sebelum genap berusia 27 tahun.

Selang waktu singkat, Idhan meninggal menyusul Gie.

Evakuasi jenazah Gie dan Idhan dilakukan dengan proses yang terbilang panjang.

Pada 24 Desember, jenazah keduanya baru tiba di rumah masing-masing.

Kemudian disemayamkan di Fakultas Sastra UI Rawamangun.

Baca: Ingin Mendaki Gunung Lawu? Ini Tiga Jalur Resmi Pendakian Gunung Lawu

Halaman
123


Penulis: Widi Pradana Riswan Hermawan
Editor: Fathul Amanah
BERITA TERKAIT

Berita Populer