"Revisi UU KPK saja yang tidak masuk prolegnas 2014-2019 tiba-tiba muncul dan dibahas hanya 20 hari lagi jelang berakhirnya DPR periode ini," kata dia.
"RUU PKS sudah masuk prolegnas sejak 2016 tapi tidak dibahas. Terus ditunda dengan berbagai alasan. Selama ditunda, korban kekerasan seksual terus berjatuhan," lanjut dia.
Baca: Tolak Pengesahan RKUHP, Mahasiswa : DPR Fasis, Anti-demokrasi!
Adanya penundaan terus-menerus terhadap pengesahan RUU PKS ini, dia menilai pemerintah dan DPR hanya memperhatikan korban kekerasan seksual saat viral saja.
Setelah tak lagi viral atau tak dibicarakan khalayak ramai, maka, tidak ada lagi pembicaraan tentang mereka yang menjadi korban kekerasan seksual tersebut.
"Kita tak kunjung beranjak dari cara penyikapan kita ini tidak cukup respons kasus per kasus. Indonesia darurat kekerasan seksual sejak 2014," kata dia.
Namun, kata dia, darurat kekerasan seksual itu tidak cukup dengan melakukan hukuman kebiri untuk kekerasan seksual anak.
"Pemberlakuan kebiri itu memperlihatkan kepada kita betapa terbatasnya pengetahuan para pengambil kebijakan terhadap korban kekerasan seksual," ucap dia.