Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi secara resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi dana hibah KONI dari Kemenpora.
Keterlibatan Imam sudah terendus sejak kasus ini disidik KPK, yakni pada akhir 2018.
KPK menggeledah ruang kerja Imam usai menetapkan lima tersangka dalam kasus itu, antara lain Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy (EFH), Bendahara Umum KONI Jhonny E Awuy (JEA), Deputi IV Kementerian Pemuda dan Olahraga Mulyana (MUL), dan staf Kemenpora.
Dalam penggeledahan yang dilakukan pada 20 Desember 2018, penyidik menemukan catatan lengkap tentang proses alur pengajuan proposal dana hibah dari pihak pemohon hingga ke Menpora.
24 Januari 2019, Imam diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut.
Saat itu, ia mengaku ditanyakan soal tugas pokok dan fungsi sebagai Menpora.
Selain tupoksi sebagai menteri, kata dia, penyidik juga menyinggung mekanisme pengajuan proposal dana hibah.
"Mekanisme itu harus mengikuti peraturan undang-undang dan mekanisme yang berlaku di setiap kelembagaan pemerintahan. Itu saya sampaikan juga bahwa semua pengajuan surat-surat itu pasti tercatat dengan baik di kesekretariatan atau di bagian tata usaha," kata Imam.
Saat ditanya soal bagaimana perlakuan kementerian terhadap proposal dana hibah KONI, Imam tak menjawab secara lugas.
Ia hanya menegaskan, mekanisme pengajuan proposal dana hibah harus sesuai aturan.
"Ya kalau soal mekanisme itu, saya harus mengikuti mekanisme aturan yang ada baik yang dipayungi undang-undang, Peraturan Menteri Keuangan dan mekanismenya harus ditempuh dengan baik oleh siapapun pejabat negara," papar Imam.
"Kalau tugas menteri itu kan tidak hanya soal proposal, tapi banyak tugas-tugas lain maka di situ ada namanya sekretaris ada di kementerian, deputi, asdep (asisten deputi). Di situ semuanya sudah dilakukan oleh unit teknis," lanjut dia.
Sementara itu, menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, ada dua hal yang didalami penyidik pada pemeriksaan Imam.
Pertama, KPK mendalami peran Imam Nahrawi dalam kaitannya dengan mekanisme pengajuan proposal dana hibah oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
KPK juga perlu memastikan apakah peruntukan uang dari dana hibah KONI yang sudah dicairkan dimanfaatkan secara benar. Sebab, KPK menemukan masalah serius sejak proposal dana hibah KONI diajukan.
Salah satunya pengajuan proposal hanya sekadar akal-akalan belaka.
Kemudian pencairan dana tidak melalui prosedur yang patut.
"Ini penting karena seharusnya ada tugas dan kewenangan juga dari Kemenpora untuk melakukan verifikasi sejak awal terhadap hal tersebut," kata dia.