Sebut Kerajaan Sriwijaya Fiktif, Budayawan Betawi Ridwan Saidi Terancam Dipolisikan

Penulis: Widi Pradana Riswan Hermawan
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Budayawan Betawi, Ridwan Saidi.

TRIBUNNEWSWIKI.COM – Pernyataan Budayawan Betawi, Ridwan Saidi tentang Kerajaan Sriwijaya yang disebutnya fiktif dalam sebuah video wawancara di Youtube mendapat protes dari berbagai pihak.

Dikutip dari Kompas.com, Ridwan Saidi sendiri mengaklaim dirinya telah mempelajari bahasa kuno guna menelisik jejak-jejak keberadaan Kerajaan Sriwijaya.

Hingga ia meperoleh sebuah hipotesis, yaitu Kerajaan Sriwijaya hanya sebuah kerajaan yang fiktif belaka.

Hipotesis itu kemudian ia cetuskan dalam sebuah video wawancara Youtube dalam kanal Macan Idealis pada 23 Agustus 2019.

“Saya sudah 30 tahun mempelajari bahasa-bahasa kuno. Banyak kesalahan mereka (arkeolog), prasasti di Jawa dan Sumatera adalah bahasa Melayu, tapi sebenarnya bahasa Armenia,” ujar Ridwan seperti dikutip dari Kompas.com, Rabu (28/8/2019).

“Bahasa Armenia memberi pengaruh besar pada bahasa Melayu. Jangan dibalik,” lanjutnya.

Baca: Ibu Kota Dipindah ke Kaltim, Fraksi Gerindra DPRD DKI: Ada Masalah Ya Dibereskan, Bukan Lari

Baca: 10 Cara yang Harus Diperhatikan untuk Mencegah Data Pribadi Tidak Bocor

Pria 77 tahun yang memberi pengantar pada buku kontroversial Garut Kota Illuminati itu menganggap, prasasti-prasasti yang selama ini dijadikan dasar bukti keberadaan Kerajaan Sriwijaya ditafsirkan secara keliru.

Menurut dia, apabila dibaca dengan bahasa Armenia, prasasti-prasasti itu bukan sedang menjelaskan adanya Kerajaan Sriwijaya.

“Oleh arkeolog dipukul rata itu bahasa Sanskerta. Itu yang harus dikoreksi, masa enggak boleh dikoreksi. Bantahlah argumentasi saya bahwa menggunakan prasasti Kedukan Bukit (sebagai bukti adanya Kerajaan Sriwijaya) salah. Karena yang mereka (arkeolog) andalkan itu. Maka, saya katakan Kerajaan Sriwijaya itu fiktif,” kata Ridwan.

Dia juga mengaku sudah menelusuri langsung jejak-jejak keberadaan Kerajaan Sriwijaya.

Semua penelusuran itu ia lakukan seorang diri, tanpa guru, tanpa kolega.

“Iya betul sekitar 1988-1989 saya sudah mulai (belajar bahasa kuno). Saya sendiri saja. Gurunya siapa, kan enggak ada kursusnya. Saya juga ngecek dong, saya sudah ke Palembang, ke prasasti Kedukan Bukit, situs-situs sudah saya kunjungi semua kok,” katanya.

Baca: Awas! Hampir 100 Kasus Penyakit Paru-paru Serius Berkaitan dengan Vape atau Rokok Elektrik

Dianggap lelucon

Seorang peneliti di Balai Arkeologi Sumatera Selatan, Retno Purwati menyebut pernyataan Ridwan Saidi hanya sekadar lelucon yang tidak memiliki dasar kuat.

“Saya kira begini era medsos itu kan kita juga harus kritis, kita lihatlah yang berkomentar itu siapa, kalau yang berkomentar bukan sejarawan, bukan arkeolog ya sudah anggap saja itu sebagai lelucon, enggak usah ditanggapin,” kata Retno Selasa (27/8/2019).

Retno menjelaskan, nama Sriwijaya sempat diduga adalah nama seorang raja.

Namun, setelah ditemukannya prasasti Kedukan Bukit di Palembang, baru diketahui jika Sriwijaya adalah sebuah nama kerajaan yang berdiri pada abad ke-7.

Dari temuan prasasti kedukan bukit, prasasti-prasasti lain yang menyangkut kerajaan Sriwijaya juga akhirnya ditemukan, baik dalam keadaan utuh maupun pecahan.

“Belum arcanya, belum situs-situsnya yang kemudian kami lakukan carbon dating atau C-14 itu hasilnya hampir 7 semua, itukan bukti-bukti (kerajaan Sriwijaya) langsung,” lanjutnya.

Retno juga menunjukkan bahwa seorang penulis asal Jepang, Takashi Suzuki, telah dua kali menerbitkan buku tentang Kerajaan Sriwijaya.

Halaman
12


Penulis: Widi Pradana Riswan Hermawan
Editor: Ekarista Rahmawati Putri

Berita Populer