Satzuki Mishima kemudian pergi ke kantor militer Jerman untuk meminjam mesin tik.
Kendaraan yang dipakai Satzuki Mishima untuk pergi adalah mobil jeep.
Satzuki bertemu perwira angkatan Laut Nazi Jerman Mayor Kandelar yang bersedia meminjamkan mesin tik.
- Mikrofon
Mikrofon atau pengeras suara mempunyai peran penting saat Presiden Soekarno membacakan teks proklamasi.
Berkat mikrofon itu, seluruh dunia bisa dengan jelas mendengar kata demi kata proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Sekitar pukul 07.00 WIB tanggal 17 Agustus 1945, panita kemerdekaan berencana akan meminjam mikrofon.
Panitia kemerdekaan yang terdiri para golongan muda dan golongan tua ini kemudian berencana menyewa mikrofon.
Sayangnya, semua habis disewa.
Kemudian dua orang diutus oleh panitia kemerdekaan untuk mencari mikrofon, yakni Wilopo dan Njonoprawoto.
Terdapat cerita khusus mengenai siapa pemilik mikrofon tersebut dan dari mana asalnya.
Salah satunya adalah pernyataan Soekarno sendiri di pidatonya.
Di hari jadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia di Jakarta 5 Oktober 1966, Soekarno menyampaikan betapa bernilainya mikrofon saat peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Menurut Soekarno, dengan mikrofon itu seluruh manusia di muka bumi menjadi tahu bahwa Indonesia sudah merdeka.
“Kita telah memiliki pada tanggal 17 Agustus 1945 itu microphone. Satu-satunya hal boleh dikatakan, materiel yang telah kita miliki, satu microphone, yang dengan microphone ini kita dengungkan ke hadapan seluruh manusia di bumi ini bahwa kita memproklamasikan kemerdekaan kita,” kata Sukarno yang dikutip dari buku '17-8-1945, Fakta, Drama, Misteri' karya Hendri F. Isnaini terbitan Change (2015) dalam Kompas.com.
Soekarno sempat menyebutkan dari mana mikrofon yang digunakan saat membaca teks proklamasi.
Menurut Soekarno, mikrofon itu merupakan hasil curian dari stasiun radio milik Jepang.
“Aku berjalan ke pengeras suara kecil hasil curian dari stasiun radio Jepang dan dengan singkat mengucapkan proklamasi itu,” kata Soekarno.
Pernyataan Soekarno dalam pidatonya tahun 1966 ini kemudian dibantah oleh Sudiro.
Sudiro adalah tokoh yang ikut andil memperjuangkan kemerdekaan dan merupakan mantan sekretaris Menteri Luar Negeri pertama RI Achmad Soebardjo.