Kisahnya bermula antara 1970 sampai 1980-an, ketika ibunya sedang menderita kanker payudara stadium empat.
Kondisinya sudah sangat memperihatinkan, bahkan sejumlah tubuh yang terserang kanker sudah mengeluarkan nanah.
Ayah Daldin kemudian pergi ke hutan untuk mencari tumbuhan ini kemudian direbus dan airnya diberikan kepada sang istri.
Sepekan setelah meminum rebusan tumbuhan itu, perubahan mulai terlihat.
Luka pada payudara sang ibu mulai mongering, bahkan sebulan setelahnya luka tersebut sudah sembuh total.
Dokter mengatakan bahwa kanker yang diderita ibu Daldin telah hilang sepenuhnya.
Menanggapi penemuan tersebut, Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI) pusat, Prof Dr dr Aru Sudoyo meminta kepada masyarakat supaya tidak berlebihan berharap pada Bajakah.
Apalagi hasil uji coba tersebut baru berupa uji coba awal.
“Masyarakat tidak perlu terlalu berharap tinggi dengan hasil uji coba awal begitu. Ingat, tidak ada obat yang ajaib,” ujarnya ketika dihubungi oleh Kompas.com via telepon, Senin (12/8/2019).
Aru juga menegaskan bahwa memang ada banyak obat kanker yang berasal dari tanaman herbal khas Indonesia.
Biasanya bukan berupa daun, melainkan akar bahkan kulit batang pohon.
Namun untuk memastikan secara benar manfaatnya terhadap pengobatan kanker pada manusia diperlukan proses yang panjang.
“Karena uji coba awal dengan tikus itu berbeda dengan uji coba kepada manusia. Seringkali penelitian itu berhasil digunakan pada tikus, tetapi ketika (diuji coba) pada manusia hasilnya nihil. Dan itu banyak terjadi,” kata Aru.
Kendati demikian, Aru berharap agar penemuan dan uji awal yang telah dilakukan dua siswi tersebut memang benar dan bisa dilanjutkan hingga teralisasi kepada kanker payudara manusia.
Ia juga berharap ada pihak yang bersedia membantu proses penelitian lebih lanjut.
Aru mengungkapkan bahwa sudah banyak tanaman di Indonesia yang diduga pada penelitian awal mempunyai pengaruh untuk mengobati kanker.
Namun ketika melalui fase penelitian yang mutakhir, akhirnya gagal dan hanya bisa dijadikan suplemen.
“Tidak banyak perusahaan farmasi di Indonesia yang mau ambil risiko besar melakukan penelitian terhadap obat-obatan kanker. Jika pun ada, mungkin hanya dua perusahaan. Jika gagal, bahan utama uji coba itu hanya dijadikan suplemen saja,” katanya.